Selamat datang perawat dan juga seluruh calon perawat diseluruh penjuru dunia, 1000 asuhan keperawata sudah saya siapkan yang bisa untuk dijadikan suatu bimbingan buat anda yang mungkin saat ini membutuhkan. Silahkan Tinggalkan Komentar, Saran Anda Adalah Suatu Penghargaan Bagi Saya untuk kedepannya. Salam Sukses Sulfikar Aferil Praditya ! Lihat Tentang Saya [Klik Disini]
Rabu, 26 Oktober 2011


ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN  
REUMATIK (ARTRITIS TREUMATOID) PADA LANSIA 
SULFIKAR AFERIL PRADITYA
AKPER MAKASSAR

BAB I
PENDAHULUAN

Perubahan – perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan
makin meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia
lanjut pada semua organ dan jaringan tubuh.
Keadaan demikian itu tampak pula pada semua sistem muskuloskeletal dan
jaringan lain yang ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya beberapa golongan
reumatik. Salah satu golongan penyakit reumatik yang sering menyertai usia lanjut
yang menimbulkan gangguan muskuloskeletal terutama adalah osteoartritis.
Kejadian penyakit tersebut akan makin meningkat sejalan dengan meningkatnya
usia manusia.
Reumatik dapat mengakibatkan perubahan otot, hingga fungsinya dapat
menurun bila otot pada bagian yang menderita tidak dilatih guna mengaktifkan
fungsi otot. Dengan meningkatnya usia menjadi tua fungsi otot dapat dilatih dengan
baik. Namun usia lanjut tidak selalu mengalami atau menderita reumatik. Bagaimana
timbulnya kejadian reumatik ini, sampai sekarang belum sepenuhnya dapat
dimengerti.
Reumatik bukan merupakan suatu penyakit, tapi merupakan suatu sindrom
dan.golongan penyakit yang menampilkan perwujudan sindroma reumatik cukup
banyak, namun semuanya menunjukkan adanya persamaan ciri. Menurut
kesepakatan para ahli di bidang rematologi, reumatik dapat terungkap sebagai
keluhan dan/atau tanda. Dari kesepakatan, dinyatakan ada tiga keluhan utama pada
sistem muskuloskeletal yaitu: nyeri, kekakuan (rasa kaku) dan kelemahan, serta
adanya tiga tanda utama yaitu: pembengkakan sendi., kelemahan otot, dan
gangguan gerak. (Soenarto, 1982)
Reumatik dapat terjadi pada semua umur dari kanak – kanak sampai usia
lanjut, atau sebagai kelanjutan sebelum usia lanjut. Dan gangguan reumatik akan
meningkat dengan meningkatnya umur. (Felson, 1993, Soenarto dan Wardoyo,
1994)

BAB II
KONSEP DASAR  MEDIS

Defenisi.
Istilah rheumatism berasal dari bahasa Yunani, rheumatismos yang berarti
mucus, suatu cairan yang dianggap jahat mengalir dari otak ke sendi dan struktur
klain tubuh sehingga menimbulkan rasa nyeri atau dengan kata lain, setiap kondisi
yang disertai kondisi nyeri dan kaku pada sistem muskuloskeletal disebut reumatik
termasuk penyakit jaringan ikat. ©2004 Digitized by USU digital library  2
Klasifikasi.
Reumatik dapat dikelompokkan atas beberapa golongan, yaitu :
1. Osteoartritis.
2. Artritis rematoid.
3. Polimialgia Reumatik.
4. Artritis Gout (Pirai).
1. Osteoartritis.
Penyakit ini merupakan penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang
berkembang lambat dan berhubungan dengan usia lanjut. Secara klinis ditandai
dengan nyeri, deformitas, pembesaran sendi, dan hambatan gerak pada sendi –
sendi tangan dan sendi besar yang menanggung beban.
2. Artritis Rematoid.
Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan
manifestasi  utama poliartritis  progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh.
Terlibatnya sendi pada pasien artritis rematoid terjadi setelah penyakit ini
berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progresifitasnya. Pasien dapat juga
menunjukkan gejala berupa kelemahan umum cepat lelah.
3. Polimialgia Reumatik.
Penyakit ini merupakan suatu sindrom yang terdiri dari rasa nyeri   dan
kekakuan yang terutama mengenai otot  ekstremitas proksimal, leher, bahu dan
panggul. Terutama mengenai usia pertengahan atau usia lanjut sekitar 50 tahun ke
atas.
4. Artritis Gout (Pirai).
Artritis gout adalah  suatu sindrom klinik yang mempunyai gambaran khusus,
yaitu artritis akut. Artritis gout  lebih banyak terdapat pada pria dari pada wanita.
Pada pria sering mengenai usia pertengahan, sedangkan pada wanita biasanya
mendekati masa menopause.

OSTEOARTRITIS
Defenisi
 Osteoartritis adalah penyakit peradangan sendi yang sering muncul pada usia
lanjut. Jarang dijumpai pada usia dibawah 40 tahun dan lebih sering dijumpai pada
usia diatas 60 tahun.
Etiologi
 Penyebab dari osteoartritis hingga saat ini masih belum terungkap, namun
beberapa faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis antara lain adalah :
1. Umur.
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor ketuaan adalah
yang terkuat. Prevalensi dan beratnya  orteoartritis semakin meningkat dengan
bertambahnya umur. Osteoartritis hampir tak pernah pada anak-anak, jarang
pada umur dibawah 40 tahun dan sering pada umur diatas 60 tahun.
2. Jenis Kelamin.
Wanita lebih sering terkena osteoartritis lutut dan sendi , dan lelaki lebih
sering terkena osteoartritis paha, pergelangan tangan dan leher. Secara
keeluruhan dibawah 45 tahun frekuensi osteoartritis kurang lebih sama pada laki ©2004 Digitized by USU digital library  3
dan wanita tetapi diatas 50 tahun frekuensi oeteoartritis lebih banyak pada
wanita dari pada pria hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada
patogenesis osteoartritis.
3. Genetic
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis missal, pada ibu
dari seorang wanita dengan osteoartritis pada sendi-sendi inter falang distal
terdapat dua kali lebih sering osteoartritis pada sendi-sendi tersebut, dan anakanaknya perempuan cenderung mempunyai tiga kali lebih sering dari pada ibu
dananak perempuan dari wanita tanpa osteoarthritis.
4. Suku.
Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada osteoartritis nampaknya terdapat
perbedaan diantara masing-masing suku bangsa, misalnya osteoartritis paha
lebih jarang diantara orang-orang kulit hitam dan usia dari pada kaukasia.
Osteoartritis lebih sering dijumpai pada orang – orang Amerika asli dari pada
orang kulit putih.
Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan
pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan.
5. Kegemukan
Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko
untuk timbulnya osteoartritis baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan
ternyata tak hanya berkaitan dengan osteoartritis pada sendi yang menanggung
beban, tapi juga dengan osteoartritis sendi lain (tangan atau sternoklavikula).
Patofisiologi.

   UMUR   JENIS KELAMIN   GENETIK SUKU    KEGEMUKAN
   
Kerusakan fokal tulang rawan                                pembentukan tulang baru pada
    sendi yang progresif                                      tulang rawan, sendi dan tepi sendi
                                               
  Perubahan metabolisme tulang
                                           
Peningkatan aktivitas enzim yang merusak
makro molekul matriks tulang rawan sendi

          Penurunan kadar proteoglikan
 Berkurangnya kadar proteoglikan
      Perubahan sifat sifat kolagen

Menifestasi klinis
 Gejala-gejala utama ialah adanya nyeri pada sendi yang terkena, terutama
waktu bergerak. Umumnya timbul secara  perlahan-lahan, mula-mula rasa kaku,
kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang saat istirahat. Terdapat hambatan pada
pergerakan sendi, kaku pagi , krepitasi, pembesaran sendi, dan perubahan gaya
berjalan.
Penatalaksanaan
Obat obatan
Sampai sekarang belum ada obat yang spesifik yang khas untuk osteoartritis,
oleh karena patogenesisnya yang belum jelas, obat yang diberikan bertujuan untuk
mengurangi rasa sakit, meningkatkan mobilitas dan mengurangi ketidak mampuan.
Obat-obat anti inflamasinon steroid bekerja sebagai analgetik dan sekaligus
mengurangi sinovitis, meskipun tak dapat  memperbaiki atau menghentikan proses
patologis osteoartritis.
Perlindungan sendi
Osteoartritis mungkin timbul atau diperkuat karena mekanisme tubuh yang
kurang baik. Perlu dihindari aktivitas yang berlebihan pada sendi yang sakit.
Pemakaian tongkat, alat-alat listrik yang dapat memperingan kerja sendi juga perlu
diperhatikan. Beban pada lutut berlebihan karena kakai yang tertekuk (pronatio).
Diet
Diet untuk menurunkan berat badan pasien osteoartritis  yang gemuk harus
menjadi program utama pengobatan osteoartritis. Penurunan berat badan seringkali
dapat mengurangi timbulnya keluhan dan peradangan.
Dukungan psikososial
Dukungan psikososial diperlukan pasien osteoartritis oleh karena sifatnya
yang menahun dan ketidakmampuannya yang ditimbulkannya. Disatu pihak pasien
ingin menyembunyikan ketidakmampuannya,  dipihak lain dia ingin orang lain turut
memikirkan penyakitnya. Pasien osteoartritis sering kali keberatan untuk memakai
alat-alat pembantu karena faktor-faktor psikologis.
Persoalan Seksual
Gangguan seksual dapat dijumpai pada  pasien osteoartritis terutama pada
tulang belakang, paha dan lutut. Sering kali diskusi karena ini harus dimulai dari
dokter karena biasanya pasien enggan mengutarakannya.
Fisioterapi
Fisioterapi berperan penting pada penatalaksanaan osteoartritis, yang
meliputi pemakaian panas dan dingin dan program latihan ynag tepat. Pemakaian
panas yang sedang diberikan sebelum latihan untk mengurangi rasa nyeri dan
kekakuan. Pada sendi yang masih aktif sebaiknya diberi dingin dan obat-obat gosok
jangan dipakai sebelum pamanasan. Berbagai sumber panas dapat dipakai seperti
Hidrokolator, bantalan elektrik, ultrasonic, inframerah, mandi paraffin dan mandi dari
pancuran panas.
 Program latihan bertujuan untuk memperbaiki gerak sendi dan memperkuat
otot yang biasanya atropik pada sekitar sendi osteoartritis. Latihan isometric lebih
baik dari pada isotonic karena mengurangi tegangan pada sendi. Atropi rawan sendi
dan tulang yang timbul pada tungkai yang lumpuh timbul karena berkurangnya
beban ke sendi oleh karena kontraksi otot. Oleh karena otot-otot periartikular ©2004 Digitized by USU digital library  6
memegang peran penting terhadap perlindungan rawan senadi dari beban, maka
penguatan otot-otot tersebut adalah penting.
Operasi
Operasi perlu dipertimbangkan pada pasien osteoartritis dengan kerusakan
sendi yang nyata dengan nyari yang menetap dan kelemahan fungsi. Tindakan yang
dilakukan adalah osteotomy untuk mengoreksi ketidaklurusan atau ketidaksesuaian,
debridement sendi untuk menghilangkan fragmen tulang rawan sendi, pebersihan
osteofit.
BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
DASAR DATA PENGKAJIAN PASIEN
AKTIVITAS/ISTIRAHAT
Gejala: Nyeri sendi karena gerakan, nyeri  tekan, memburuk dengan stress pada
sendi : kekakuan pada pagi hari.
 Keletihan
Tanda: Malaise
 Keterbatasan rentang gerak ; atrofi otot, kulit : kontraktur atau kelainan
pada sendi dan otot
KARDIOVASKULER
Gejala : Jantung cepat, tekanan darah menurun
INTEGRITAS EGO
Gejala: Faktor-faktor stress akut atau kronis : Misalnya finansial, pekerjaan,
ketidakmampuan, factor-faktor hubungan
Keputusasaan dan ketidak berdayaan
 Ancaman pada konsep diri, citra  tubuh, identitas pribadi misalnya
ketergantungan pada orang lain
MAKANAN ATAU CAIRAN
Gejala:  Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan
adekuat :  mual.
Anoreksia
Kesulitan untuk mengunyah
Tanda: Penurunan berat badan
Kekeringan pada membran mukosa
HIGIENE
Gejala: berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas pribadi, ketergantungan
pada orang lain.
NEUROSENSORI
Gejala: kebas/kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari
tangan
Tanda: Pembengkakan sendi
NYERI   / KENYAMANAN
Gejala: fase akut dari nyeri ©2004 Digitized by USU digital library  7
Terasa nyeri kronis dan kekakuan
KEAMANAN
Gejala: Kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga
Kekeringan pada mata dan membran mukosa
INTERAKSI SOSIAL
Gejala: kerusakan interaksi dan keluarga / orang lsin : perubahan peran: isolasi
ASUHAN KEPERAWATAN
DIAGNOSA 1: Nyeri b/d penurunan fungsi tulang
Kriteria hasil: nyeri hilang atau tekontrol
INTERVENSI  RASIONAL
mandiri
- kaji keluhan nyeri, catat
lokasi dan intensitas (skala 0
– 10). Catat factor-faktor
yang mempercepat dan
tanda-tanda rasa sakit non
verbal
- berikan matras atau kasur
keras, bantal kecil. Tinggikan
linen tempat tidur sesuai
kebutuhan
- biarkan pasien mengambil
posisi yang nyaman pada
waktu tidur atau duduk di
kursi. Tingkatkan istirahat di
tempat tidur sesuai indikasi
- dorong untuk sering
mengubah posisi. Bantu
pasien untuk bergerak di
tempat tidur, sokong sendi
yang sakit di atas dan di
bawah, hindari gerakan yang
menyentak
- anjurkan pasien untuk mandi
air hangat atau mandi
pancuran pada waktu
bangun. Sediakan waslap
hangat untuk mengompres
sendi-sendi yang sakit
beberapa kali sehari. Pantau
suhu air kompres, air mandi
- berikan masase yang lembut
kolaborasi
- membantu dalam menentukan
kebutuhan managemen nyeri dan
keefektifan program
- matras yang lembut/empuk, bantal
yang besar akan mencegah
pemeliharaan kesejajaran tubuh
yang tepat, menempatkan setres
pada sendi yang sakit. Peninggian
linen tempat tidur menurunkan
tekanan pada sendi yang
terinflamasi / nyeri
- pada penyakit berat, tirah baring
mungkin diperlukan untuk
membatasi nyeri atau cedera sendi.
- Mencegah terjadinya kelelahan
umum dan kekakuan sendi.
Menstabilkan sendi, mengurangi
gerakan/rasa sakit pada sendi
- Panas meningkatkan relaksasi otot
dan mobilitas, menurunkan rasa
sakit dan melepaskan kekakuan di
pagi hari. Sensitifitas pada panas
dapat dihilangkan dan luka dermal
dapat disembuhkan
- Meningkatkan elaksasi/mengurangi
tegangan otot
- Meningkatkan relaksasi, mengurangi ©2004 Digitized by USU digital library  8
- beri obat sebelum aktivitas
atau latihan yang
direncanakan sesuai petunjuk
seperti asetil salisilat
(aspirin)
tegangan otot, memudahkan untuk
ikut serta dalam terapi
DIAGNOSA 2 : Intoleran aktivitas b/d perubahan otot.
Kriteria Hasil : Klien mampu berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan.
INTERVENSI  RASIONAL
• Perahankan istirahat tirah
baring/duduk jika diperlukan.
• Bantu bergerak dengan bantuan
seminimal mungkin.
• Dorong klien mempertahankan
postur tegak, duduk tinggi,
berdiri dan berjalan.
• Berikan lingkungan yang aman
dan menganjurkan untuk
menggunakan alat bantu.
• Berikan obat-obatan  sesuai
indikasi seperti steroid.  • kan inflamasi
sistemik akut.
• Untuk mencegah kelelahan dan
mempertahankan kekuatan.
• Meningkatkan fungsi sendi,
kekuatan otot dan stamina
umum.
• Memaksimalkan fungsi sendi
dan mempertahankan mobilitas.
• Menghindari cedera akibat
kecelakaan seperti jatuh.
Untuk mene
DIAGNOSA 3 : Resiko tinggi cedera b/d penurunan fungsi tulang.
Kriteria Hasil : Klien dapat mempertahankan keselamatan fisik.
INTERVENSI  RASIONAL

 hari,

ketimbang
mengagetkannya.

dari kekhawatiran yang konstan.
akan
meningkatkan ansietas.
Kendalikan lingkungan dengan :
Menyingkirkan bahaya yang
tampak jelas, mengurangi
potensial cedera akibat jatuh
ketika tidur misalnya
menggunakan penyanggah
tempat tidur, usahakan posisi
tempat tidur rendah, gunakan
pencahayaan malam
siapkan lampu panggil
• Memantau regimen medikasi
Izinkan kemandirian dan
kebebasan maksimum dengan
memberikan kebebasan dalam
lingkungan yang aman, hindari
penggunaan restrain, ketika
pasien melamun alihkan
perhatiannya

Lingkungan yang bebas bahaya
akan mengurangi resiko cedera
dan membebaskan keluaraga
Hal ini akan memberikan pasien
merasa otonomi, restrain dapat
meningkatkan agitasi,
mengegetkan pasien ©2004 Digitized by USU digital library  9
Kriteria Hasil : menuhi kebutuhan istirahat        
DIAGNOSA 4 : Perubahan pola tidur b/d nyeri
 Klien dapat me atau tidur.  
INTERVENSI  RASIONAL
Ma diri
Tentukan kebiasaan tidur
biasany
n

a dan perubahan yang
terjadi
• tempat tidur yang
nyaman

pola lama
dan lingkungan baru
• nyamanan
waktu tidur, misalnya mandi
hangat dan massage.
• tidur
sesuai indikasi: rendahklan

 misalnya
ngunkan untuk obat atau
Kola


entifikasi  intervensi yang


ng.

 tidur memberi keamanan

an
pasien mungkin tidak mampu
kembali tidur bila terbangun.
• diberikan untuk
membantu pasien tidur atau
istirahat.
Berikan
Buat rutinitas tidur baru yang
dimasukkan dalam
• Instruksikan tindakan relaksasi
Tingkatkan regimen ke
Gunakan pagar tempat
tempat tidur bila mungkin.
Hindari mengganggui bila
mungkin,
memba
terapi.
borasi
Berikan sedative, hipnotik sesuai
indikasi
Mengkaji oerlunya dan
mengid
tepat.
Meningkatkan kenyamaan tidur
serta  dukunmgan
fisiologis/psikologis
Bila rutinitas baru mengandung
aspek sebanyak kebiasaan lama,
stress dan ansietas yang
berhubungan dapat berkura
Membantu menginduksi tidur
• Meningkatkan efek relaksasi
Dapat merasakan takut jatuh
karena perubahan ukuran dan
tinggi tempat tidur, pagar
tempat
untuk membantu mengubah
posisi
Tidur tanpa gangguan lebih
menimbulkan rasa segar, d
Mungkin
DIAGNOSA 5 : D n diri b/d nyeri
Krit a  sanakan aktivitas er
efisit perawata
eri Hasil : Klien dapat melak p awatan sendiri secaea mandiri.
INTERVENSI  RASIONAL
• Kaji tingkat fungsi fisik
• Pertahankan mkobilitas, kontrol
terhadap nyeri dan progran latihan
• Kaji hambatan terhadap partisipasi
• kasi untuk perawatan yang
diperlukan, misalnya;lift,
peninggiandudukan toilet, kursi
• untuk
• Memberikan kesempatan
untuk dapat melakukan
aktivitas seccara mandiri
dalam perawatan diri, identifikasi
untuk modifikasi lingkungan
Identifi
• Mengidentifikasi tingkat
bantuan /dukungan yang
diperlukan
• Mendukung kemandirian
fisik/emosional
Menyiapkan
meningkatkan kemandirian
yang akan meningkatkan
harga diri ©2004 Digitized by USU digital library  10
roda.
DIAGNOSA 6 : Gangguan citra tubuh/ perubahan penampilan peran b/d perubahan
kemampuan untuk melakukan tugas-tugas umum.
Kriteria hasil :  n peningkatan rasa percaya kemampuan
Untuk menghadapi penyakit, perubahan gaya h kemungkinan keterbatasan.
mengungkapka diri dalam
idep dan
INTERVENSI  RASIONAl
Mandiri
o n mengenai
masalah mengenai proses penyakit,
harapan masa depan.
o
emfungsikan gaya hidup
o pasien
mengenai bagaiman orang terdekat
menerima keterbatasan
Akui dan terima perasaan berduka,
o
penguanan menyangkal atau terlalu
memperhatikan tubuh/perubahan.
o
ntuk
me ngidentifikasi perilaku positif
o dalam
merencanakan perawatan dan
membuat jadwal aktivitas.
olaborasi
• Rujuk pada konseling psikiatri
• Berikan obat-obat sesuai petunjuk

ahan konsep dan


• konstan akan

koping
• untuk

nsi/harga diri,
mendorong kemandirian, dan
mendorong partisipasi dan

n
 
Dorong pengungkapa
Diskusikan arti dari
kehilangan/perubahan pada
pasien/orang terdekat. Memastikan
bagaiamna pandangan pribadi psien
dalam m
sehari-hari termasuk aspek-aspek
seksual.
Diskusikan persepsi
o
bermusuhan, ketergantungan.
Perhatikan perilaku menarik diri,
 Susun batasan pada prilaku
maladaptive. Bantu pasien u
yang dapat membantu koping.
  Ikut sertakan pasien
K
Beri kesempatan untuk
mengidentifikasi rasa
takut/kesal
menghadapinya secara
langsung.
Mengidentifikasi bagaimana
penyakit mempengaruhi
persepsi diri dan interaksi
dengan orang lain akan
menentukan kebutuhan
terhadap intervensi atau
konseling lebih lanjut.
Isyarat verbal/nonverbal
orang terdekat dapat
mempunyai pengaruh mayor
pada bagaimana pasien
memandang dirinya sendiri.
Nyeri
melelahkan, dan perasaan
marah, bermusuhan umum
terjadi.
Dapat menunjukkan emosional
atau metode
maladaptive, membutuhkan
intervensi lebih lanjut atau
dukungan psikologis.
Membantu pasien
mempertahankan kontrol diri
yang dapat meningkatkan
perasaan harga diri.
Meningkatkan perasaan
kompete
terapi.
Pasien/orang terdekat
mungkin membutuhka
dukungann selama
berhadapan dengan proses
jangka ©2004 Digitized by USU digital library  11
• saat
munculnya depresi hebat
sampai pasien
mengembangkan kemampuan
ng yang lebih efektif.
panjang/ketidakmampuan.
Mungkin dibutuhkan pada
kopi
BAB IV
AN KASUS
I.
winan : Janda
Agama : Islam    Pendidikan  : SPG
idak a   Alamat   : Petisah
sma / kamar : Anggrek 1
Pen
Nama   : Tn. P
Klien : Anak abang Klien (keponakan)
bahwa kaki kanan  dan kirinya sering sakit, dan dahulu
ri lutut  ke bawah.
III. Riwayat Kesehatan Sekarang
Ap
Ha i keadaan
engan berobat kedokter dan juga memakai ramuan yaitu daun ubi, pala,
 ditumbuk  dan airnya di sapukan di kaki yang benkak dan
rlihat memang kempes. Tapi nyerinya masih selalu
A.
Nenek S. mengatakan kaki kanan dan kiri terasa sakit apalagi dibawa berjalan
skala : 4 – 6.
imana dilihat
t kakinya dan wajahnya terlihat meringis.
Reg
TINJAU
Biodata
Tgl. Pengkajian : 20 Februari 2004
Nama : Ny. S    Jenis Kelamin  : Perempuan
Usia  : 67 tahun   Status Perka
Pekerjaan : T ad
Tgl masuk : Tahun 200   Wi
Diagnosa medis : Rematik (Artritis Reumatoid)
anggung jawab   :
Hubungan dengan
Pekerjaan   : Wiraswasta
Alamat   : Binjai
II. Keluhan Utama
Nenek S. mengatakan
pernah bengkak da
Provocative / Palliative
a Penyebabnya
Klien mengatakan bahwa pernah dibawa  ke praktek dokter dan sakitnya itu
asam urat.
l-hal yang memperbaik
D
jahe, kemudian
katanya, dan juga te
kambuh.
Quantity / Quality
Bagaimana dirasakan
B. Baga
Nenek S. memijat-mija
ion
A. Dimana Reaksinya ©2004 Digitized by USU digital library  12
itu kanan dan kiri.
ganggu Aktivitas)
Pada bagian kedua kakinya ya
B. Apakah menyebar
Nenek S. mengatakan sakitnya menyebar ke paha.
Severity (Meng
N
membuat klien tidak bisa berjalan (pernah bengkak)
mempunyai aktivitas yang rutin karena keadaan kakinya yang tidak bisa dibawa
berjalan jauh.
T
Klien mengatakan  sakitnya sejak
kakinya bengkak sehingga me
un 2002.
wayat Kesehatan Masa La
Penyakit Yang Pernah Dialami
Klien mengatakan tidak pernah  rawat  inap di RS karena tidak pernah
mengalami penyakit yang parah s
demam, flu, batuk ringan
gobatan / Tindakan Yang Dilakukan
Klien mengatakan paling  hanya
coco
nah Dirawat / Dioperasi
Klien mengatakan tidak pernah dirawat / di operasi, biasanya hanya
menggu
rgi
K
punya pantangan karena pen
Imunisasi
enek S. mengatakan sakitnya sangat  mengganggu aktivitas karena pernah
. Bila sakit ini klien tidak
ime (kapan mulai timbul dan bagaimana terjadinya)
4 tahun  ½ terakhir ini, dan pernah kedua
mbuat  tidak  bisa berjalan selama 5 bulan pada
tah
IV. Ri lu
ebelumnya, paling hanya sakit ringan yaitu
.
Pen
dengan obat-obat warung dan kebetulan
k (2 sampai 3 hari sembuh).
Per
nakan obat-obat warung.
Ale
lien mengatakan tidak mempunyai pantangan apapun,  tetapi sekarang
yakitnya yang sekarang, seperti jeroan, bayam.
V. w
Ora
anya tidak mempunyai penyakit reumatik seperti
-
e-2 dan kini meninggal dunia.
ak ada
An
meninggal
dunia.
Penyebab meninggal
Klien mengatakan orang tua meniggal karena usianya yang sudah tua, suami
karena kecelakaan, dan 6 saudaranya, klien tidak mengingatnya.
Klien mengatakan tidak pernah di imunisasi.
Ri ayat Kesehatan Keluarga
ng tua :
- Klien mengatakan orang tu
klien saudara kandung.
Klien mengatakan saudaranya ada yang memiliki penyakit seperti klien yaitu
abang k
Penyakit keturunan tid
ggota keluarga yang meninggal
Klien mengatakan suami, 2 orang tua, dan 6 saudaranya telah
Genogram ©2004 Digitized by USU digital library  13
67 thn
: Klien
:  Perempuan
enek S. anak ke-6 dari 7 bersaudara, 6  saudara klien sudah meninggal semua,
 tidak memiliki anak dari pernikahannya.
VI.
A.
B.
kan / tidak mungkin  sembuh
at berat badannya semakin menurun.  Klien mengatakan telah
mana. Namun klien tetap bersukur masih bisa berjalan walau
lam
C. Kon
e
2. I
gharapkan dan selalu berdoa kepada Tuhan YME agar diberikan
awinannya klien tidak memiliki anak.
5. personal identity
akan anggota Panti Tresna Werdha Abdi di wisma Teratai.
D.
dalam keadaan stabil.
n/lawan bicara
           
        Ny.S
        Reumatik
Keterangan : : Laki-laki
   : Meninggal
N
suami klien juga telah meninggal. Klien
Riwayat / Keadaan Psikososial
Bahasa yang digunakan
Bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.
Persepsi klien tentang penyakitnya
Klien menganggap penyakitnya sulit disembuh
dan membu
berobat dimanabat dan memakai tongkat dari lumpuhnya.
sep diri
1. Body imag
Klien mengatakan berat badannya makin lama makin turun dan sekarang
makin cepat lelah
deal diri
Klien men
ketabahan dalam menghadapi penyakitnya dan kesembuhan walau tidak
terlalu mengharap
3. Harga diri
Klien senang tinggal di panti karena tercukupi semua kebutuhannya, dan
bebas melakukan apa saja yang diinginkan.
4. Peran diri
Klien seorang janda yang telah ditinggal suaminya karena meninggal
kurang lebih 10 tahun lalu. Dari perk
Klien merup
Klien merupakan janda tanpa anak.
Keadaan emosi
Keadaan emosi klien
E. Perhatian terhadap orang lai©2004 Digitized by USU digital library  14
n sendiri / tidak mau menyusahkan keluarga.
 bergaul dengan sesama warga panti teruatama dengan
H. K
 I.
ngan warga di pantai walaupun warga kurang
rti pengajian, gotong royang dan
senam pagi karena keterbatasan grakakibat penyakitnya.
an diri.
VII
lien dalam kondisi baik namun terlihat kondisi kaki lemah
n tongkat untu t badan ,klien masih
ingga memperberat beban kaki saat berjalan.
B.
 R = 24 kali /menit.
  TB = 159 cm.
BB  kukan karena kurangnya fasilitas di Panti.
C.  Pemeri o To
1.  Kep t.
pak bersih dan
an rambut= rambut sudah banyak uban.
au = rambut seperti bau keringat.
. Mata
ap wajah.
an penglihatan  hingga menggunakan                              
• Sklera.  =
= isokor (kanan dan kiri).
a
3. d
 = simetris
uman
4.T n
• Bentuk telinga   = simetris antara kanan dan kiri.
  = terdapat serumen tapi dalam batas normal.
r karena sudah tua.
Klien tampak memperhatikan dan menanggapi setiap pertanyaan yang di
berikan kepadanya.
F. Hubungan dengan keluarga
Harmonis dengan keluarga yang ada (keponakan-keponakannya) dan masuk
ke panti karena keinginan klie
G. Hubungan dengan orang lain
Baik, klien mau
sesama anggota satu wisma.
egemaran = menonoton tv dan duduk,duduk di ruang tamu wisma.
Daya Adaptasi.
Klien dapat beradaptasi de
mengikuti kegiatan yang ada di pantai sepe
J. .Mekanisme Pertahan
     Klien memiliki pertahanan diri yang efektif.
. Pemeriksaan Fisik.
A.  Keadaan Umum. = K
sehingga perlu bantua k  berjalan dan bera
terlihat overweight seh
Tanda – Tanda Vital.
TD = 150 / 90 mmhg
HR = 80 kali ? menit
 = tidak dila
ksaan Head t e.
ala dan Rambu
1.  Kepala.
• Bentuk   = Simetris
• Kulit Kepala = bentuk kepala tam
2. Rambut.
• Penyebaran dan keada
• B
3. Wajah.
• Warna kulit = hitam.
2 .
• Bentuk    = simetris terhad
• Ketajam = kurang baik se
    alat bantu penglihatan.
• Konjungtiva.  = tidak anemia.
 tidak ikterus.
• Pupil
• Pemakaian alat bantu. = memakai kacamata baik membac
ataupun tidak membaca.
Hi ung.
• Bentuk
• Fungsi penci  = baik,dapat membedakan bau.
• Pendarahan   = tidank megalami pendarahan.
eli ga.
• Lubang telinga
• Ketajaman pendengaran = kurang mendenga©2004 Digitized by USU digital library  15
5. Mulut dan Faring.
• Keadaan gusi dan gigi  = tidak ada pendarahan gusi dan gigi.
    Gigi terlihat bersih dan tidak lengkap.
an.
6.
pembesaran KGB
Suara    = Klien mengeluarka dengan kata kata jelas.
 teraba.
terab
D. m inte men.
• Warn    = kulit
rgor kulit baik (kulit cepat kembali).
pak sedang (tidak kering ) agak                                  
   Keriput.
etiak.
 bersedia karena merasa malu.
F.  m r / Dada.
1.   Inspeksi.
is antara kanan dan kiri.
• Pernafasan   = frekuensi 24 kali / menit.
    Irama teratur dan tidak ada suara tambahan.
an be nafas
G. m aru
• Palpasi getaran suara  = terdengar dan teratur.
 = bunyi resonan.
  = suara nafas teratur.
H. m Abd
1.   Inspeksi.
bdomen  = simetris antara kanan dan kiri.

2.  lp
• Benjolan    = tidak ada.
= tidak ada.
ngkakan.
   ukann a kare
J.  m sklet / Eks emita



• Keadaan bibir   = bibir klien kering
• Keadaan lidah   = tidak ada tanda pendaarah
Leher.
• Tyroid   = tidak terdapat

• Denyut nadi karotis =
• Vena jugularis  = a.
 Pe eriksaan gu
• Kebersihan klien = klien tampak bersih.
 hitam
• Turgor    = tu
• Kelembaban   = kulit tam
E.   Pemeriksaan Payudara dan k
 Klien tidak
 Pe eriksan Tha ax
• Bentuk Thorax.  = simetr
• Tidak ada tanda kesulit r .
 Pe eriksaan P .
• Rerkusi
• Auskultasi
 Pe eriksaan omen.
• Bentuk A
Benjolan   = tidak ada benjolan.
Pa asi.
• Tanda nyeri tekan   = tidak ada nyeri.
• Tanda ascites  
• Hepar    = tidak ada pembe
I.  Pemeriksaan Kelamin dan Sekitarnya.
Klien tidak bersedia melak y na merasa malu.
Pe eriksaan Mulkus al tr s.
Kesimetrian otot   = simetris kanan dan kiri.
Pemeriksaan edema   = tidak ada edema
Kekuatan otot    = kekuatan otot telah berkurang. ©2004 Digitized by USU digital library  16
k ada aktivitas rutin ),bila berjalan
menggunakan alat bantu yaitu tongkat dan berjalan lambat.Klien berjalan
ti karena klien mengatakna takut jatuh , apalagi
• kstre n kuk
K.  Pemeri
1. Tin
 E = 6,  M = 4 ,  V = 5
2. Sta
 Perasaan

ktu, tempat dan orang
Ingatan kl h  kuat, klien masih ingat masa lalunya
a
Klien berkeinginan agar cepat sembuh
rang yakin penyakit dapat sembuh
3.
n : Klien sulit berjalan
 
an.
4.
am tumpul : klien dapat membedakan benda tajam dan tumpul
Membedakan dua titik : Klien dapat membedakan dua titik
n
anya alat.
III. o
a.
• : siang ± ½ jam dan malam ±  6 -7 jam
ur : tidak ada masalah
 mudah bila tidak

b. asi
a.
n tidak encer/sedang
b.
 terjadi inkontinensia
ing tidak terlalu pekat dan tidak terjadi retensi urin
nyeri / rasa terbakar/kesulitan BAK
• njal
Dimana klien lebih banyak duduk (tida
lambat dan berhati ha
berjalan jauh.
Kelainan pada E mitas da u.
ksaan Neurologis
gkat kesadaran
GCS = 15   :
tus Mental
• Kondisi  Emosi /
Dalam keadaan stabil
Orientasi
Klien masih dapat berorientasi dengan baik, baik wa
• Proses Berfikir
ienmasi
Perhitung n = klien dapat berhitung agar cepat sembuh
• Motivasi  :
• Persepsi : Klien  menganggap / ku
  total
• Bahasa  : Klien menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa
Fungsi Motorik
• Cara berjala
• Test jari hidung : Klien dapat menyentuh hidung
• Promosi dan supinasi test : Klinik mampu membalik-balikkan tangan
• Romberg test : Klien mampu berdiri walau dengan bantu
Fungsi Sensori
Test taj
Test panas dinding : Klien dapat membedakan benda panas dan dingin
Identifikasi sentuhan ringa
Reflek
Pada pemeriksaan reflek tidak dilakukan karena tidak tersedi
  P la Kebiasaan sehari-hari
Pola tidur dan kebiasaan
Waktu tidur
• Waktu bangun : klien bangun umumnya/seringnya jam 05.00 Wib
• Masalah tid
• Hal-hal yang mempermudah tidur: bila tidur malam akan
tidur siang
Hal-hal yang mempermudah tidur : bila menghidupkan jam beker
Pola Elimin
Pada BAB  : 1X sehari dan tidak ada penggunaan laktasi
Riwayat perdarahan, tidak ada dan saat mengkaji tidak terjadi diare
Karakter feses : klien mengatakan tidak terlalu keras da
BAK :
• Pola BAK : ± 6 – 7 x/hari dan tidak
• Karakter urin : kun
• Tidak ada rasa
• Tidak ada penggunaan diuretik
Tidak ada riwayat penyakit gi©2004 Digitized by USU digital library  17
c.    Po m
1. j
• kanan  yaitu makanan biasa dan jumlah makanan per

• : kadang-kadang dan lausea, vomite (mual,
• ada. Tapi semenjak mengalami penyakir
yai makanan pantang, antara lain Jeroan, kerangk mengetahuinya,
2.
3.
piring sekali makan dan jenis makanan adalah
bilan air putih terserah/sukahati, dan
iene

• Pemeliharaan kuku/pemotongan kuku kalau panjang
c.    Pola Kegiatan / Aktivitas
memiliki kegiatan rutin karena penyakitnya, paling hanya jalanebentar dan menyira
A
       ETIOLOGI        MASALAH
la akan dan minum
Ge ala (subjektif)
Diit type : Jenis ma
hari 3 piring dalam per hari.
Nyeri ulu hati tidak ada
Kehilangan selera makan
muntah tidak ada
Alergi terhadap makanan tidak
tematik klien mempun
kerangan, sayur bayam
• Berat badan klien jarang menimbangnya sehingga tida
sedangkan alat tidak tersedia
Tanda Obyektif
TB = 156 cm, bentuk tubuh : Over wight
Waktu pemberian makanan yaitu : pagi, siang dan sore
4. Jumlah dan jenis makanan : 1
makanan biasa
5. Waktu pemberian minuman : Pengam
bila the manis atau susu 2x/hari pagi dan sore hari
c.    Kebersihan / Personal hyg
• Pemeliharaan tubuh / mandi 2x/hari
Pemeliharaan gigi/gosok gigi 2x/hari
• Klien tidak
jalan s kadang-kadang m bunga.
NALISA DATA
       DATA  
ata Subjektif:
Klien mengataka
bahwa kaki
apalagi dibant
berjalan
- Klien memijat-mija
kakinya sa
pengkajian
- Wajahny
Penaikan  metabolisme
tulang
 
P
merusak tulang raw
sandi
Penurunan  kadar
proteologlikan
Berkurangnya kada
air tulang raw
Penurunan fun
D
n
kanan
dan kirinya sakit
u
Data Objektif:
t
at
a terlihat
meringis
- Skala nyeri 4-
enaikan enzim yang
an
r
an sendi
gsi
Nyeri.©2004 Digitized by USU digital library  18
tula
 
6,sedang ng nyeri
      nyeri
ata Subjektif:
tidak sanggup
berjalan jauh.
ta Objektif:
- Klien berjalan
menggu
bantu tongkat.
Klien lebi
duduk.
Klien berjalan
lambat.
yang lanjut
enurunan fungs
tulang
Kekuatan otot
melemah
Meningkatnya nyeri
In
ata Su
takut untuk be
jauh.
       
Penurunan fungs
D
Da
nakan alat
- h banyak
-
Usia
P i
saat berjalan
toleransi aktivitas.
Intoleransi aktivitas
Klien mengatakan
D bjektif:
rjalan
Klien tampak berhati
Lansia
i
tulang
Resiko tinggi cedera.
Resti cedera fisik.
Klien mengatakan
Data Objektif:
-
hati saat berjalan.
 
PRIORITAS MASALAH KEPERAWATAN.
1. Nyeri berhubungan dengan penurunan  fungsi tulang ditandai dengan  wajah
meringis dan skala nyeri 4-6.
2. Intolerasi aktivitas  berhubungan dengan perubahan otot lemah ditandai dengan
3. mobilitas menurun ditandai dengan klien
mpak berhati hati saat berjalan.
SUH KEPERAW
AMA PASIEN  : Ny.S    UMUR : 67 tahun
klien mengunakan alat bantu.
Resti cedera fisik berhubungan dengan
ta
RENCANA A AN  ATAN
N©2004 Digitized by USU digital library  19
TGL PENGKAJIAN : 20 Februa   WISM
T
DX. MEDIS  : Reumatik (Artritis Reum
NO  A  N/
KRITERIA HASIL
P
ri 2004  A / KAMAR :
eratai / 4
atoid)
DIAGNOS
KEPERAWATAN
TUJUA RENCANA  ERAWATAN
INTERVENSI  RASIONAL
1.
 sendi
(skala nyeri=6),
wajah meringis,
kaki sakit jika
berjalan.
dapat
istirahat/ tidur
dengan tenang,
pasien tampak
rileks.
nyeri,
tat lokasi,
2. njurkan klien
ntuk mandi
ir panas /
3.
osisi yang
pada
 kursi.
4.
masase yang
lembut.
5. Berikan obat
sesuai indikasi.
. Membantu dalam
enentukan
2. meningkatkan
tak sisi otak dan
. Tirah baring mungkin
diperlukan untuk
elaksasi
atau regangan otot.
5. Menaikkan relaksasi
i terapi
pengobatan.
Nyeri sendi  b/d
penurunan
fungsi tulang
d/d nyeri
Nyeri hilang/
terkontrol
Kriteri hasil :
Pasien
1. Kaji
ca
karakteristik,
derajat (skala
0-10)
A
u
a
hangat.
Berikan klien
p
nyaman
waktu tidur /
duduk di
Berikan
4.
1
m
managemen nyeri.
Panas
le
mobilitas,
menurunkan rasa
sakit.
3
membatasi nyeri /
cedera sendi.
Menaikkan r
dan sebaga
NO  DIAGNOSA  P
KEPERAWATAN
TUJUAN/
KRITERIA HASIL
RENCANA ERAWATAN
INTERVENSI  RASIONAL
2.
b/d
tidak
sanggup
berjalan jauh,
lebih banyak
duduk.
n mampu
berpartisipasi pada
aktivitas yang
diinginkan.
. Pertahankan
uduk
rlukan.
antu
engan
hank
n postur
dan
. Untuk mencegah
. Menaikkan fungsi
 Memaksimalkan
fungsi sendi dan
. Menghindari
Intoleran
aktivitas
usia lanjut dan
perubahan otot
d/d
Klie 1
istirahat tirah
baring / d
jika dipe
2. B
bergerak
d
bantuan
seminimal
mungkin.
3. Dorong klien
memperta
3.
a
tegak, duduk
tinggi,
1
kelelahan dan
mempertahankan
kekuatan.
2
sendi, kekuatan otot
dan stamina umum.
mempertahankan
mobilitas.
4©2004 Digitized by USU digital library  20
Berikan
dan
enganjurkan
u.
obat
edera akibat
ecelakaan.
5. Untuk menekan
inflamasi sistemik
berjalan.
4.
lingkungan
yang aman
m
untuk
menggunakan
alat bant
5. Berikan
– obat sesuai
dengan
indikasi.
c
k
akut.
3. era fisik
nsia
d/d hati-hati saat
berjalan,
menggunakan alat
bantu tongkat.
Klien dapat
empertahankan
keselamatan fisik.
an dengan
k
erjalan atau
bangkit dari duduk
dan tidur dengan
han.
1. L n yang bebas
bahaya akan
mengurangi resiko
edera.
2. Mengetahui tahapan
pengobatan.
3. Mengurangi resiko
cedera.
Resti ced
b/d penurunan
fungsi tulang la
m
1 .Kendalikan
lingkung
menyingkirkan
bahaya yang
tampak jelas
seperti
pencahayaan pada
malam hari.
2. Membantu
regimen medikasi.
3. Anjurkan untu
b
perlahan-la
ingkara
c
C T
No.
Dx
Hari / Tanggal
ATA AN  PERKEMBANGAN
Implementasi  Evaluasi
1 Selasa / 24 Februari
04  • uhan nyeri dan
t
• Memberikan klien posisi yang
nyaman pada waktu duduk di kursi
• Memberikan massage yang lembut
S : Klien menyatakan
masih sakit
emijat-mijat
terlihat
Pukul 15.00 WIB
Mengkaji kel
catat lokasi skala nyeri. Skala
nyeri = 6
• Menganjurkan klien untuk mandi
air panas/hanga
pada kaki/lutut
bahwa kaki kanan dan
kirinya
apalagi di bawa
berjalan.
O: Klien m
kaki-nya
   - Wajah klien
me-ringis
    - Nyeri = 6
A : Masalah belum teratasi
P : anjutkan   R/T dil
2   Pu
• bergerak dengan
kul 15.15 WIB  S :
• Mempertahankan istirahat duduk
jika diperlukan
Membantu
 Klien menyatakan masih
tidak sanggup berjalan
lama
O: Klien berjalan ©2004 Digitized by USU digital library  21
bantuan seminimal mungkin
 mempertahankan
ngkat
• Mendorong klien
postur tegak, duduk tinggi, berdiri
dan berjalan
mengguna-kan to
    - Klien lebih banyak duduk
    -
A : ah belum teratasi
 Klien berjalan lambat
Masal
P : R/T dilanjutkan
3

nggunakan
penyangga tempat tidur.
• Menganjurkan untuk berjalan atau
bangkit dari duduk dan tidur
dengan perlahan-lahan
 :
meng-gunakan tongkat
saat berjalan
A : Masalah belum teratasi
Pukul 15.25  WIB
Mengendalikan lingkungan dengan
menyarankan untuk me
S Klien menyatakan masih
takut untuk berjalan
jauh
O : Klien tampak berhatihati saat berjalan, klien
P : R/T dilanjutkan
No.
Dx
Hari / Tanggal  Implementasi  Evaluasi
1 Rabu / 25 Februari 04
air panas/hangat
• Menganjurkan klien untuk meminum obat sesuai intruksi/indikasi
• Memberikan masage yang lembut
O : Klien masih memijat
Pukul 16.00 WIB
• Menganjurkan klien untuk mandi
S : Klien menyatakan kaki
kanannya sakitnya
sudah berkurang, tetapi
kaki kirinya masih sakit.
kaki kirinya  
    - Wajah sedikit meringis  
Masalah teratasi
ebagian
A:
s
P : R/T dilanjutkan
2  
• n
bantuan seminimal mungkin
untuk
gkat untuk berA : alanjutka
Pukul 16.10 WIB  S :
• Menganjurkan untuk
memindahkan benda yang
mengganggu saat berjalan
Membantu bergerak denga
• Menyarankan
mempertahankan istirahat duduk
atau tirah baring jika diperlukan
 Klien menyatakan dapat
berjalan tapi tidak
sanggup lama-lama
O : Klien masih menggunakan ton
jalan
    - Klien berjalan lambat
 Masalah teratasi  seb
gian
P : i n  R/T d
3
• k tetap
latihan berjalan
• Menjelaskan pada klien untuk
tetap m untuk
an
gunakan
tongkat
A: Masalah teratasi
Pukul 16.20 WIB
• Menyingkirkan bahaya yang dapat
menyebabkan cedera (usahakan
kursi selalu berada di tempatnya
jangan dipindah-pindahkan)
Mendorong kli n untu e
enggerakan sendi
meminimalkan kekaku
S : Klien menyatakan masih
takut untuk berjalan
O : Klien tampak berhatihati
    -Klien meng
sebagian
P : R/T dilanjutkan ©2004 Digitized by USU digital library  22
No.
Dx
Hari / Tanggal  Implementasi  Evaluasi
1 Kamis / 26 Februari
04
Pu
• posisi yang nyaman
uk bersandar
sakit dengan
O: ijat kaki kirieringis  
A : Masalah teratasi
kul 11.00 WIB
• Memberikan injeksi Neuropiton 1
cc
• Menganjurkan minimal obat
setelah makan 3x / hari
Memberikan
yaitu posisi dud
• Menganjurkan untuk memijat
bagian sendi yang
obat gosok
S : Klien menyatakan kaki
kirinya masih sakit
 Klien mem
nya  
    - Wajah sedikit m
seba-gian
P : R/T dilanjutkan
2    Pu
 yang licin
• Membantu klien bangkit dari
 pulang
S : takan masih
O: ang ke poliklinik
n satu
tera
P : R/T utkan
kul 11.15 WIB
• Menjelaskan untuk tidak berjalan
di tempat
duduk saat akan
• Menganjurkan klien untuk banyak
istirahat
 Klien menya
takut untuk berjalan
 Klien dat
bersama tema
wis-manya
A : Masalah belum
tasi
 dilanj
3   Pu
• rak dengan

 sendinya walaupun
dalam keadaan duduk
• Menganjurkan klien tetap menggunakan tongkatnya saatnya
berjalan
up berjalan
O : Klien berjalan lambat
gunakan
tong-kat
A: Masalah teratasi
kul 15.30 WIB
Membantu klien berge
cara menuntunnya
Menganjurkan klien untuk menggerakkan
S : Klien menyatakan dapat
berjalan, dari tidak
sang-g
jauh
dan tetap meng
sebagian
P : R/T dilanjutkan ©2004 Digitized by USU digital library  23
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan.
Penyakit reumatik adalah kerusakan  tulang rawan sendi yang berkembang
lambat dan berhubungan dengan usia lanjut. Secara klinis ditandai dengan nyeri,
deformitas, pembesaran sendi, dan hambatan gerak pada sendi – sendi tangan dan
sendi besar yang menanggung beban.
Artritis rematoid adalah merupakan penyakit inflamasi sistemik kronik dengan
manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh.
Terlibatnya sendi pada pasien artritis rematoid terjadi setelah penyakit ini
berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progresifitasnya. Pasien dapat juga
menunjukkan gejala berupa kelemahan umum cepat lelah.
Wanita lebih sering terkena osteoartritis pada lutut dan sendi, sedang pria
lebih sering terkena osteoartritis pada paha, pergelangan  tangan dan leher. Secara
keeluruhan dibawah 45 tahun frekuensi osteoartritis kurang lebih sama pada pria
dan wanita, tetapi diatas 50 tahun frekuensi oeteoartritis lebih banyak wanita dari
pada pria hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis
osteoartritis.

DAFTAR PUSTAKA
Doenges E Marilynn, 2000., Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta
Kalim, Handono, 1996., Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Mansjoer, Arif, 2000.,  Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculaapius FKUI,
Jakarta.
Prince, Sylvia Anderson, 1999.,  Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit., Ed. 4, EGC, Jakarta.



Askep CHF

A. Konsep Dasar Medis
1. Anatomi Fisiologi
Jantung adalah organ berongga, berotot, yang terletak ditengah-tengah toraks, dan jantung menempati rongga jantung dan diafragma, beratnya sekitar 300 gram dan dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, berat badan, beratnya latihan, dan penyakit jantung. Fungsi jantung adalah memompa darah kejaringan, menyuplai oksigen, dan zat nutrisi lain sambil mengangkut karbondioksida dan hasil metabolisme. (Smeltzer and Bare, 2001)
a. Anatomi
Daerah dipertengahan dada diantara kedua paru disebut mediastinum.
Perikardium, melindungi permukaan jantung agar dapat berfungsi dengan baik. Sisi kanan dan kiri jantung masing-masing tersusun atas atrium dan ventrikel, dipisahkan oleh septum.
Ruangan jantung bagian atas atrium, secara anatomi terpisah dari ruangan jantung sebelah bawah atau ventrikel, oleh suatu unulus fibrosus. Keempat katub jantung terletak dalam cincin ini secra fungsional jantungf dibagi menjadi alat pompa kanan dan kiri, yang memompa darah vena menuju sirkulasi paru-paru, dan darah bersih keperedaran darah sistemik. Pembagian fungsi ini mempermudah konseptualisasi dari urutan aliran darah, secara anatomi: vena kava, atrium kanan, ventrikel kanan, arteri pulmonalis, paru-paru, vena pulmonalis, atrium kiri, ventrikel kiri, aorta, arteria, arteriola, kapiler, venula, vena, vena kava.
Arteri koronaria adalah pembuluh yang menyuplai otot jantung yang mempunyai kebutuhan metabolisme tinggi terhadap oksigen dan nutrisi jantung menggunakan 70%-80% oksigen yang dihantarkan melalui arteri koronaria.
Otot jantung adalah jaringan otot khusus yang menyusun dinding jantung. Otot jantung mirip otot serat lurik (skelet) yang dibawah control kesadaran, namun secara fungsional otot jantung menyerupai karena sifatnya involunter. Otot jantung itu sendiri dinamakan miokardium. Lapisan dalam miokardium yang berhubungan langsung dengan darah dinamakan endokardium, dan lapisan sel dibagian luar dinamakan epikardium.
Katub trikuspidalis terletak diantara atrium dekstra dan ventrikel dekstra. Katub bikuspidalis terletak diantara atrium sinistra dan ventrikel sinistra. Katub semilunaris arteri pulmonalis terletak diantara ventrikel dekstra dan arteri pulmonalis.
Sirkulasi darah pada peredaran darah kecil terdiri dari arteri pulmonalis merupakanpembuluh darah yang keluar dari ventrikel dekstra menuju paru-paru.
b. Fisiologi
Aktivitas listrik jantung terjadi akibat ion (partikel bermuatan seperti natrium, kalium, kalsium) bergerak menembus membrane sel. Perbedaan muatan listrik yang tercatat dalam sebuah sel mengakibatkan potensial aksi jantung.
Pada keadaan istirahat, otot jantung terdapat dalam keadaan terpolarisasi, artinya terdapat perbedaan muatan listrik anatar bagian dalam membrane yang bermuatan positif. Siklus jantung bermula saat dilepaskan impuls listrik, mulailah fase depolarisasi dengan bergeraknya ion kedalam sel, maka bagian dalam sel akan menjadi positif, kontraksi otot terjadi setelah depolarisasi, sel otot jantung normalnya akan mengalami depolarisasi ketika sel-sel tetangga mengalami depolarisasi. Repolarisasi terjadi saat sel kembali kekeadaan dasar dan sesuai dengan relaksasi otot miokardium.
Otot jantung tidak seperti otot lurik atau otot polos,mempunyai periode refraktori yang panjang, pada saat sel tidak dapat distimulasi untuk berkontraksi. Hal tersebut melindungi jantung dari kontraksi berkepanjangan yang dapat menjadikan henti jantung mendadak.
Koping elektromekanikal dan kontraksi jantung yang normal, tergantung pada komposisi cairan intertisial sekitar otot jantung. (Smeltzer & Bare 2001, hal 723).

2. Definisi
Ada beberapa pengertian CHF menurut beberapa ahli:
a. Gagal jantung kongestif (CHF) adalah sindroma yang terjadi bila jantung tidak mampu memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolic dan oksigenasi jantung. (Carpenito, 1999)
b. Pengertian gagal jantung secara umum adalah suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagalmemompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri. (Ilmu penyakit dalam. 1996 h, 975)
c. Gagal jantung kongestif (CHF) adalah ketidakmampuan jantung memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. (Smeltzer & Bare Vol 2, hal 805 th 2001)


3. Etiologi
Penyebab CHF ada beberapa factor yang sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, menyebabkan menurunnya kontraktilitas pada jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot jantung meliputi:
a. Penyakit arterosklerosis koroner yang mengakibatkan disfungsi pada miokardium karena terganggunya aliran darah pada otot jantung.
b. Hipertensi sistemik/ pulmonal yang mengakibatkan meningkatnya beban kerja jantung yang akhirnya mengakibatkan hipertropi serabut otot jantung.
c. Peradangan dan penyakitMiokardium degenaratif berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara tidak langsung merusak serabut otot jantung dan menyebabkan kontraksi menurun.
d. Penyakit jantung lain, yang sebenarnya tidak ada secara langsung mempengaruhi jantung, mekanisme yang terlibat mencakup gangguan aliran darah melalui jantung misalnya stenosis katub semiluner, ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah misalnya tamponade pericardium, perikarditis kontriktif dan stenosis katub AV, peningkatan mendadak afterload akibat meningkatnya tekanan darah sistemik (hipertensi “maligna”) dapat menyebabkan gagal jantung tidak ada hipertropi miokardial.
e. Factor sistemik, yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal jantung seperti meningkatnya laju metabolisme (misalnya demam, tirotoksikosis) hipoksia dan anemia memerlukan peningkatan curah jantung kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen kejantung. Asidosis (respiratorik atau metabolik) dan abnormalitas plektrolit dapat menurunkankontraktilitas jantung.
f. Gangguan kontraktilitas (miokard infark/ miopati) yang mengganggufungsi miokard karena menyebabkan pengurangan kontraktilitas, menimbulkan gerakan dinding abnormal dan mengubah daya kembangruang jantung tersebut yang akhirnya menyebabkan penurunan curah jantung.
g. Gangguan Afterload (Stenosis Aorta/ Hipertensi Sistemik) stenosis menghalangi aliran darah dari ventrikel kiri keaorta pada waktu sistolik ventrikel, yang menyebabkan beban ventrikel meningkat dan akibatnya ventrikel kiri hipertropi yang mengurangi daya renggang dinding ventrikel dan dinding relative menjadi kaku dan pada akhirnya dapat mengurangi volume sekuncup dan menyebabkan gagal jantung, katub AV, peningkatan mendadak afterload akibat meningkatnya tekanana darah sistemik dapat menyebabkan gagal jantung tidak ada hipotrofi miokardial.
h. Factor sistemik, yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal jantung seperti meningkatnya laju metabolisme (misalnya demam, tiroktositas) hipoksia, dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen kejantung. Asidosis (respiratorik atau metabolik) dan abnormalitas plektrolit dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
4. Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung normal. Konsep curah jantung paling baik dijelaskan dengan persamaan CO= HR x SV dimana curah jantung ( CO = Cardiak Output ) adalah fungsi frekuensi jantung, Heart x Volume sekuncup ( SV = Stroke Volume ).
Frekuensi jantung adalah fungsi saraf otonom. Bila curah jantung berkurang system saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan fungsi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung.
Tetapi pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekuatan serabtu otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompakan pada setiap kontraksi tergantung pada tiga factor: preload, kontraktilitas dan afterload.
• Preload adalah jumlah darah yang mengisi jantung berbanding dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya renggangan serabut jantung.
• Kontraktilitas mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium.
• Afterload, bergantung pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan utnuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan afterload. Pada gagal jantung, jika satu atau lebih dari ketiga factor tersebut terganggu mengakibatkan curah jantung berkurang mengakibatkan curah jantung berkurang

5. Manifestasi klinis
1) Edema pada tungkai
2) Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena hepar.
3) Asites
Jika pembesaran vena dihepar berkembang, maka tekanan dalam pembuluh portal meningkat sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen. Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen ini dapat menyebabkan tekanan pada diafragma dan distress pernapasan.
4) Anoreksia dan mual
Terjadi akibat pembesaran vena dan stasis vena didalam rongga abdomen.
5) Nokturia
Terjadi karena perfusi renal didukung oleh posisi penderita pada saat berbaring, karena curah jantung akan membaik dengan istirahat
6) Lemah
Karena menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi, dan pembuangan produk sampah, katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan.
(Smeltzer & Bare, 2001, hal. 807-808)
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. EKG : Hipertropi arterial dan ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia.
b. Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding.
c. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi atau struktur katub dan area penurunan kontraktilitas ventrikuler.
d. Kateterisasi jantung : tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan versus sisi kiri, stenosis katub atau insufisiensi, juga mengkaji potensi arteri koroner.
e. Rontgen dada : Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi/ hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah mencerminkan peningkatan tekanan pulmonal.
f. USG jantung : Menggunakan ultra sonograpi untuk melihat keadaan jantung.
g. Oksimetri nadi : Saturasi O2 mungkin rendah, terutama gagal jantung kongestif akut memperburuk PPOM.

7. Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah sebagai berikut:
 Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
 Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan tambahan bahan-bahan farmakologis.
 Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebnihan dengan terapi diuretic, diet dan istirahat.
Adapun penatalaksanaan yang diberikan adalah:
a. Penatalaksanaan farmakologis
1) Digitalis/ Digoxin
Peningkatan kekuatan kontraksi jantung dan memperlambat frekuensi jantung, efek yang dihasilkannya peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah, peningkatan diuresis.
2) Diuretik/ Lasix
Memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal, efeknya dapat mendilatasi venula, sehingga meningkatkan kapasitas vena yang akhirnya mengurangi preload (darah vena yang kembali kejantung).
3) Vasodilator/ Natrium Nitroprusida/ Nitrogliserin
Digunakan untuk mengurangi impedansi (tekanan) terhadap penyemburan darah oleh ventrikel, yang dapat memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena, sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dapat ditirunkan dan dapat dicapai penurunan dramatis kongesti paru dengan cepat.
b. Penatalaksanaan lain
1) Meningkatkan oksigen dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi oksigen melalui istirahat dan pembatasan aktivitas.
2) Diet, klien dianjurkan untuk diet pantang garam dan pantang cairan.

8. Komplikasi
a. Syok kardiogenik
Terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan luas.
b. Episode tromboembolik:
Disebabkan kurangnya mobilitas pasien penderita jantung dan adanya gangguan sirkulasi yang menyertai kelainan ini berperan dalam pembentukan thrombus intrakardial dan intravaskuler.
c. Efusi perikardial dan tamponade jantung
Masuknya cairan kedalam kantung perikardium dan efusi ini menyebabkan penurunan curah jantung serta aliran balik vena kejantung dan hasil akhir proses ini adalah tamponade jantung.






B. Konsep dasar keperawatan
Proses keperawatan terdiri dari lima langkah penting yang harus dilakukan secara berurutan yaitu: pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.


1. Pengkajian
pengkajian merupakan langkah awal yang sangat menentukan keberhasilan dari proses keperawatan tersebut. Pengkajian harus dilakukan secara teliti sehingga didapatkan informasi yang tepat. Adapun hal-hal yang dikaji dalam kasus ini antara lain:
a. Identitas klien
b. Riwayat kesehatan klien
1) Riwayat kesehatan masa lalu seperti penyakit yang pernah diderita, riwayat pembedahan, penyakit keturunan, kelainan pembekuan darah, riwayat alergi dan riwayat trauma
2) Riwayat kesehatan sekarang: meliputi alasan masuk rumah sakit
c. Pemeriksaan fisik
1) Aktivitas atau istirahat
Gejala: lemah, letih, sulit bergerak, kram otot, tonus menurun, gangguan tidur atau istirahat.
Tanda: takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas letargi/ disorientasi, koma,penurunan kekuatan otot.
2) Sirkulasi
Gejala: adanya riwayat hipertensi, MI akut, klaudikasi kebas dan kesemutan pada ekstremitas,ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda: takikardi, perubahan tekanan daerah postural, hipertensi, nadi yang menurun atau tidak ada (disritmia), kulit panas, kering, kemerahan dan bola mata cekung.
3) Integritas ego
Gejala: stres, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi klien.
Tanda: ansietas dan peka rangsang


4) Eliminasi
Gejala: perubahan pola berkemih (poliuria,nokturia, kesulitan berkemih/ infeksi nyeri tekan abdomen, diare)
Tanda: urine encer, pucat, kuning, poliuria(dapat berkembang oligouria/ anuria jika terjadi hipovolemia berat), urine berkabut, bau busuk/ infeksi, abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun, hiperaktif/ diare)
5) Makanan atau cairan
Gejala: hilang nafsu makan, mual, muntah, tidak mengikuti diet, peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari periode beberapa hari atau minggu
Tanda: kulit kering dan bersisik, turgor kulit jelek, kekakuan dan distensi abdomen, muntah, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan glukosa darah) halitosis atau bau manis, bau buah (nafas aseton)
6) Neurosensorik
Gejala: pusing, sakit kepala, kesemutan,kebas atau kelemahan pada otot, parestesia, gangguan penglihatan.
Tanda: disorientasi, mengantuk, letargi, stupor/ koma (tahap lanjut), gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, reflek tendon dalam menurun, aktivitas kejang (tahap lanjut dari ketoasidosis)
7) Nyeri atau kenyamanan
Gejala: abdomen yang tegang atau nyeri
Tanda: wajah meringis, sangat hati-hati
8) Pernafasan
Gejala: merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa sputum purulen (tergantung adanya infeksi atau tidak).
Tanda: lapar udara, batuk dengan atau tanpa sputum purulen (infeksi)

9) Keamanan:
Gejala: kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Tanda: demam, diforesis kulit rusak, lesi atau ulserasi, menurunnya kekuatan umum atau rentang gerak, parestesia atau parolisis otot termasuk otot-otot pernafasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam)
10) Seksualitas
Gejala: Rabas vagina (cenderung infeksi) masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita (Doenges,1999,hal : 726-728)
2. Diagnosa keperawatan
Memberikan dasar-dasar memilih intervensi untuk mencapai hasil yang menjadi tanggung jawab dan tanggung gugat perawat.
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan diabetes melitus secara teoritis sebagai berikut:
a. Kurang volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik dari hiperglikemia
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dngan ketidak seimbangan insulin.
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit dan perubahan pada sirkulasi.
d. Perubahan persepsi perseptual: penurunan ketajaman penglihatan dan penurunan sensasi taktil berhubungan dengan penurunan produksi metabolik.
e. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang atau progresif yang tidak dapat diobati
f. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dngan kurang mengingat dan kurang informasi.












3. Perencanaan keperawatan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan langkah berikutnya adalah menentukan perencanaan keperawatan yang meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi (Nursalam, 2001)
Tahapan dalam perencanaan meliputi penentuan prioritas masalah, tujuan, kriteria hasil, menentukan rencana dan tindakan pelimpahan (medis dan tim kesehatan lainnya) dan program perintah medis.
Pada dasarnya pembuatan prioritas masalah dibuat berdasarkan kebutuhan dasar manusia. Menurut Abraham Maslow, meletakkan kebutuhan fisiologis sebagai kebutuhan yang paling dasar, rasa aman, mencintai dan dicintai, harga diri dan aktualisasi diri.
Berikut ini disajikan rencana keperawatan berdasarkan masing-masing diagnosa (Doenges, et.all,1999):
a. Kurang volume cairan b/d diuresis osmotik dari hiperglikemia.
Tujuan : Volume cairan dalam batas normal.
Kriteria hasil :
- TTV Stabil
- Turgor kulit dan pengisian kapiler baik
- Kadar elektrolit DBN
- Haluaran urine tepat secara individu
Intervensi:
1) Pantau TTV, catat adanya perubahan TD.
R/ : hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. (Doenges, 1999, hal : 729)
2) Pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul atau pernafasan yang berbau keton
R/ : paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui prnafasan yang menghasilkan kompensasi alkoholis respiratoris terhadap keadaan ketoasidosis. (Doenges, 1999, hal : 729)
3) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
R/ : merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang adekuat. (Doenges, 1999, hal : 729)
4) Ukur berat badan setiap hari.
R/ : memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti (Doenges, 1999, hal : 729)
b. Perubahan nutrisi kutang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakseimbangan insulin.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil :
- Berat badan meningkat dalam 1bulan
- Nafsu makan meningkat
Intervensi:
1) Timbang berat badan setiap hari.
R/ : mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (Doenges, 1999, hal : 732)
2) Tentukan program diet dan pola makan serta bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan klien.
R/ : mengidentifikasi kekurangan dan penyimpanan dari kebutuhan terapeutik (Doenges, 1999m, hal : 732)
3) Auskultasi bising usus, catat adanya keluhan
R/ : hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang akan mempengaruhi intervensi (Doenges, 1999, hal : 732)
4) Identifikasi makanan yang disukai dan tidak disukai.
R/ : jika makanan yang disukai klien dimasukkan dalamperencanaan makan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang (Doenges, 1999, hal : 732)
5) Libatkan keluarga pada perencanaan makanan
R/ : memberikan informasi kepada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi klien (Doenges, 1999, hal : 732)

c. Resiko tinggi infeksi b/d kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit dan perubahan pada sirkulasi.
Tujuan : infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil :
- tidak terjadi demam
- mendemonstrasikanperubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi (misalnya: cuci tangan).
Intervensi:
1) Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan seperti demam, kemerahan, pus pada luka, sputum purulen.
R/ : klien masuk mungkin dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial (Doenges, 1999, hal : 734)
2) Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua orang yang b/d klien termasuk kliennya sendiri.
R/ : mencegah timbulnya infeksi silang nosokomial (Doenges, 1999, hal : 734)
3) Berikan perawatan kulit dengan masase daerah tulang yang tertekan, jaga kulit tetap kering dan linen kering/ tidak berkerut
R/ : sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan klien pada peningkatan resiko terjadinya aspirasi (Doenges, 1999, hal : 735)
4) Posisikan klien pada posisi semi fowler.
R/ : memberikan kemudahan bagi paru untuk mengembang, menurunkan resiko terjadinya aspirasi (Doenges, 1999, hal : 735)
5) Bantu klien untuk melakukan higiene oral
R/ : menurunkan resiko terjadinya penyakit mulut/ gusi (Doenges, 1999, hal : 735)
6) Berikan antibiotik yang sesuai
R/ : penanganan awal dapat mencegah timbulnya sepsis ( Doenges, 1999, hal : 735)
7) Pantau pemeriksaan lab seperti gula darah.
R/ : mendeteksi penggantian cairan dan terapi insulin (Doenges, 1999, hal : 735)
8) Berikan pengobatan insulin secara teratur.
R/ : membantu memindahkan glukosa kedalam sel sehingga merupakan gula darah (Doenges,1999, hal : 735)
d. Perubahan sensori perseptual: penurunan ketajaman penglihatan dan penurunan sensasi taktil b/d ketidakseimbangan glukosa insulin dan elektrolit
Tujuan : kerusakan sensori perseptual tidak terjadi/ minimal
Kriteria Hasil :
-klien mempertahankan tingkat mental biasanya (tidak terjadi disorientasi orang, tempat dan waktu)
- mengenali adanya
- mengenali adanya kerusakan sensori, contohnya: penurunan ketajaman penglihatan
Intervensi:
1) Pantau TTV dan status mental
R/ : dasar untuk membandingkan temuan abnormal seperti suhu yang meningkat dapat mempengaruhi fungsi mental ( Doenges, 1999, hal : 736)
2) Panggil klien dengan nama, orientasi kembali sesuai dengan kebutuhannya
R/ : menurunnya kebingungan dan membantu untuk mempertahankan kontak dengan realita (Doenges, 1999, hal : 736)


3) Jadwalkan intervensi keperawatan agar tidak waktu istirahat klien
R/ : meningkatkan tidur, menurunkan rasa letih dan dapat memperbaiki daya pikir (Doenges, 1999, hal : 736)
4) Evaluasi lapang pandang, sesuai indikasi
R/ : edema retina, hemoragik atau katarak mengganggu penglihatan dan memerlukan terapi keperawatan (Doenges,1999, hal : 736)
5) Selidiki adanya keluahan nyeri dan kehilangan sensasi pada kaki
R/ : neuropati perifer dapat mengakibatkan kehilangan sensasi yang mempengaruhi resiko tinggi terhadap kerusakan kulit dan kehilangan keseimbangan (Doenges, 1999, hal : 736)
e. Kelelahan b/d penurunan produksi energi metabolik
Tujuan :kelelahan tidak terjadi/ minimal
Kriteria hasil :klien menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan.
Intervensi:
1) Diskusikan dengan klien kebutuhan akan aktivitas
R/ : pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan aktivitas (Doenges, 1999, hal : 737)
2) Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat
R/ : Mencegah kelelahan yang berlebihan (Doenges,1999, hal 737)
3) Pantau nadi, frekuensi nafas sebelum/ sesudah melakukan aktivitas
R/ : Mengidentifikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis (Doenges,1999, hal : 737)
4) Tindakan partisipasi dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai yang dapat ditoleransi
R/ : meningkatkan kepercayaan diri yang positif (Doenges,1999, hal : 737)



f. Ketidakberdayaan b/d penyakit jangka panjang/ progresif yang tidak dapat diobati
Tujuan : ketergantungan pada orang lain minimal
Kriteria Hasil :
- membantu dalam merencanakan perawatannya sendiri
- mandiri dalam aktivitas perawatan diri
Intervensi:
1) Anjurkan klien mengekspresikan perasaan tentang penyakitnya
R/ : mengidentifikasikan area perhatiannya dan memudahkan cara pemecahan masalah (Doenges,1999, Hal : 738)
2) Kaji bagaimana kkien menangani masalahnya dimasa lalu
R/ : pengetahuan individu membantu untuk menentukan kebutuhan terhadap tujuan penanganan (Doenges,1999, hal : 738)
3) Tentukan tujuan/ harapan dari klien atau keluarga
R/ : harapan yang tidak realistis dapat mengakibatkan perasaan frustasi (Doenges,1999, hal :738)
4) Anjurkan klien untuk membuat keputusan berhubungan dengan perawatannya seperti ambulasi, waktu beraktivitas dan seterusnya
R/ :mengkomunikasikan pada klien bahwa beberapa pengendalian dapat dilatih pada saat perawatan dilakukan (Doenges,1999,hal : 738)
g. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang mengingat dan kurang informasi
Tujuan : klien mempunyai pengetahuan mengenai kondisi penyakit.
Kriteria Hasil :
- mengajukan pertanyaan dan mengajukan pertanyaan dan meminta informasi
- mengungkapkan masalah dan pemahaman tentang penyakit.
Intervensi:
1) bekerjasama dengan klien dalam menata tujuan belajar yang diharapkan
R/ : partisipasi dalam perencanaan meningkatkan antusias dan kerjasama klien dengan prinsip yang dipelajari (Doenges,1999,hal : 739)
2) diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat dan cara untuk melakukan makan diluar rumah
R/ : kesadaran tentang pentingnya kontrol diet, penggunaan makanan tinggi serat dan cara untuk melakukan makan diluar rumah (Doenges, 1999,hal : 739)
3) tekankan pentingnya mempertahankan pemeriksaan gula darah setiap hari
R/ : membantu melakukan kontrol penyakit dengan lebih baik (Doenges, 1999, hal : 739)
4) identifikasikan gejala hipoglikemia
R/ : dapat meningkatkan defeksi dan pengobatan lebih awal dan mencegah kejadiannya (Doenges, 1999, hal : 739)
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan keperwatan adalah inisiatif dari rencana tindakan yang spesifik.
Pelaksanaan merupakan aplikasi dari perencanan keperawatan oleh perawat bersama klien. Hal-hal yang harus kita perhatikan dalam melakukan implementasi adalah intervensi yang dilakukan sesuai dengan rencana. Setelah dilakukan validasi, penguasaan keterampilan interpersonal, intelektual dan tekhnik intervensi harus dilakukan denga cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis dilindungi dan dokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan (Nursalam, 2001)



5. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu yang direncanakan dan perbandingan yang sitematis pada status kesehatan klien.
Evaluasi terdiri dari dua jenis, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif disebut juga evaluasi proses, evaluasi jangka pendek maupun evaluasi yang sedang berjalan, dimana evaluasi dilakukan secepatnya setelah tindakan keperawatan dilakukan sampai tujuan tercapai. Sedangkan evaluasi sumatif yang biasa disebut evaluasi akhir atau evaluasi jangka panjang. Evaluasi ini dilakukan pada akhir tindakan keperawatan paripurna dan menjadi satu metode dalam memonitor kualitas dan efisiensi tindakan yang diberikan. Bentuk evaluasi ini lazimnya mengguanakan format “ SOAP”.
Tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan umpan balik rencana keperawatan, nilai, serta meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui hasil perbandingan standar yang telah ditentukan sebeluimnya.
6. Perencanaan pulang
Informasi yang diberikan kepada klien dibuat sesuai dengan kebutuhan, perawat harus mengkaji kesimpulan fisik untuk menjalankan keperawatan diri klien. Adapun informasi yang diberikan kepada klien meliputi:
a. Dalam proses penyembuhan klien harus mampu merawat dirinya sendiri dengan melanjutkan pengobatan secara teratur sampai merasa sembuh.
b. Meningkatkan keperawatan diri seperti beristirahat dan diet serta tidak merangsang peningkatan gula darah dari makanan manis dan tinggi lemak sampai klien merasa benar-benar sembuh
c. Meningkatkan konsumsi nutrisi bervitamin yang dapat meningkatkan kekuatan tubuh.
d. Mengetahui tanda dan gejala timbulnya penyakit diabetes melitus ini dan segera berobat kefasilitas kesehatan terdekat.
Minggu, 16 Oktober 2011

Askep Lansia Osteoporosis [Keperawatan]



BAB 1
PENDAHULUAN
Sulfikar Aferil Praditya Proses menua merupakan suatu proses normal yang ditandai dengan perubahan secara progresif dalam proses biokimia, sehingga terjadi kelainan atau perubahan struktur dan fungsi jaringan, sel dan non sel. (Widjayakusumah, 1992). Berbagai perubahan fisik dan psikososial akan terjadi sebagai akibat proses menua. Terjadinya perubahan pada semua orang yang mencapai usia lanjut yang tidak disebabkan oleh proses penyakit, menyebabkan kenapa penderita geriatrik berbeda dari populasi lain. (Brocklehurst and Allen, 1987).
Sejumlah gangguan muskuloskeletal dapat timbul pada lansia. Beberapa diantaranya merupakan kelanjutan dari penderitaan sebelum usia lanjut dan sering menimbulkan kecacatan. Dengan meningkatnya populasi lansia, meningkat pula prevalensinya pada lansia akibat proses degeneratif. Dan tak jarang pula gangguan muskuloskeletal pada lansia menimbulkan kemunduran fisik dan disabilitas yang sangat berpengaruh dalam hidup lansia. Diantara banyaknya penyebab gangguan muskuloskeletal pada lansia, osteoarthritis merupakan salah satu dari beberapa penyebab utama yang menimbulkan disabilitas orang yang berusia > 65 tahun. Selain osteoartritis, gangguan lain pada muskuloskeletal yang juga sering dapat menimbulkan disabilitas yaitu artritis rheumatoid, artritis gout, osteoporosis juga amiloidosis. Untuk memulihkan penderita dari disabilitas akibat gangguan muskuloskeletal diperlukan tindakan rehabilitasi yang merupakan gabungan pengobatan medis dan fisioterapi, bila perlu tindakan pembedahan. (limarwin.2008).


BAB 2
Masalah MOBILISASI PADA LANSIA (OSTEOPOROSIS)

A. LANSIA
Lanjut usia adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang yang dikarunia usia panjang, terjadi tidak bisa dihindari oleh siapapun, namn manusia dapat berupaya untuk menghambat kejadiannya. Menua (menjadi tua = aging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dann fungsi normal sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memkperbaiki kerusakkan yang diderita. (Sampoernae.blogspot, 2008)

B. SISTEM MUSKULOSKELETHAL
Mobilitas merupakan salah satu yang paling penting dari aspek fungsi Physiologi, karena merupakan hal yg paling utama untuk memelihara kemandirian, dan akan terjadi akibat yang serius ketika kemandirian hilang.Untuk orang tua, mobilitas mempengaruhi untuk derajat kecil oleh perubahan yang berhubungan dengan umur dan yang paling besar oleh factor resiko, Karenna banyak factor resiko yang mengancam mobilitas, jatuh adalah merupakan kejadian yangpaling umum pada lanjut usia. Orang tua mempunyai tantangan dobel dalam ketrampilan memelihara mobilitas dan memelihara posisi yang benar ketika mereka berjalan. Untuk alasan ini, keselamatan merupakan pertimbangan secara menyeluruh dari aspek mobilitas.
Tulang, Sendi dan otot adalah struktur tubuh yang paling banyak berhubungan dengan mobilitas. Tetapi banyak aspek fungsi lain yang termasuk pada keselamatan mobilitas. Fungsi neurology sebagai contoh mampu mempengaruhi semua masalah penampilan muskuloskelethal, dan fungsi penglihatan mempengaruhi kemampuan untuk keselamatan berinteraksi dengan lingkungan. Dalam sistem muskulokelethal, osteoporosis merupakan perubahan yang berhubungan dengan umur berdampak paling besar secara keseluruhan.

Perubahan pada sistem muskuloskeletal antara lain sebagai berikut :

I. Tulang
Tulang menyediakan kerangka untuk semua sistem muskuloskelethal dan bekerja terhubung dengan sistem otot untuk memfasilitasi pergerakan. Fungsi tambahan tulang pada tubuh manusia adalah penyimpanann calcium, produksi sel darah, dan mendukung serta melindungi jaringan dan organ tubuh. Tulang terbentuk dari lapisan luar yang keras disebut cortical atau tulang padat, dan di bagian dalm terdapat spongy berlubang yang disebut trabecular. Bagian cortical terhadap komponen tabecular berubah berdasrkan tipe tulang. Tulang panjang misalnya, radius dan femur, mengandung sebanyak 90% corticol, sedangkan tulang vertebrata susunan utamanya adalah sel trabecular. Corticol dan trabecular merupakan komponen tulang yang berpengaruh pada lansia.
Pada lansia terdapat perubahan pada susuanan pembentukan tulang, yaitu :
a)Tulang cortical
·         Mulai umur 40 tahun, terjadi perubahan penurunan sejumlah tulang cortical 3 % perdecade pada laki-laki dan wanita berlanjut terus sampai ahir dewasa
·         Setelah menopause, Wanita terjadi penambahan penurunan/ kehilangan tulang cortical, sehingga jumlah rata-rata penurunan mencapai 9% sampai 10 % perdecade pada umur 45-75 tahun.
·         Penurunan tulang cortical berakhir pada umur 70-75 tahun
·         Hasil akhir perubahan ini seumur hidup kira-kira 35%-23% pada wanita dan laki-laki berturut-turut
b) Tulang Trabecular
·         Serangan hilangnya tulang trabecular lebih dulu dari serangan kehilangan cortical pada wanita dan laki-laki.
·         Rata-rata hilangnya tulang trabecular kira-kira 6%-8% perdecade
·         Setelah menopause, wanita terjadi kehilangan tulang trabecular secara cepat
·         Hasil akhir kehilangan seumur hidup kira-kira 50%- 33% pada wanita dan laki-laki seumur hidup
c) Peningkatan resorbsi tulang oleh tubuh
d) Penurunan penyerapan kalsium
e) Serum parathyroid hormone meningkat
f) Gangguan regulasi aktivitas oesteoblast
g) Gangguan pembentukan tulang, sekunder untuk mengurangi matriks tulang
h) Penurunan jumlah fungsi sel marrow yang digantikan oleh jaringan sel lemak

II. Otot
Semua kegiatan sehari – hari (ADL) langsung dipengaruhi oleh fungsi otot, yang di kendalikan oleh saraf motorik. Perubahan yang berhubungan dengan usia berdampak besar pada fungsi otot, yaitu ;
* Hilangnya masa otot sebagai hasil penurunan dalam ukuran dan jumlah serat otot
* Penurunan serat otot dengan penggantian selanjutnya oleh jaringan penghubung dan akhirnya oleh jaringan lemak.
* Penurunan membrane sel otot dan keluarya cairan dan potassium.
Dengan umur 80 tahun, kira-kira masa otot hilang (Tonna, 1987). Pada penjumlahan, terdapat kehilangan saraf motorik yang berhubungan dengan usia, dan ini mempengaruhi fungsi otot. Dan pada akhirnya perubahan yang berhubungan dengan usia adalah kemunduran fungsi motorik dan hilangnya kekuatan dan ketahanan otot.

III. Persendian
§ Penurunan viskositas cairan synovial
§ Terbentuknya jaringan parut dan adanya kalsifikasi pada persendian.
§ Jaringan penghubung (kolagen dan elastin).
Kolagen sebagai protein pendukung utama pada kulit, tendon, tulang, kartilago, dan jaringan ikat mengalami perubahan menjadi bentangan cross linking yang tidak teratur. Bentangan yang tidak teratur dan penurunan hubungan tarikan linear pada jaringan kolagen merupakan salah satu alasan penurunan mobilitas pada jaringan tubuh. Setelah kolagen mencapai puncak fungsi atau daya mekaniknya karena penuaan, tensile strenght dan kekakuan dari kolagen mulai menurun.
Kolagen dan elastin yang merupakan jaringan ikat pada jaringan penghubung mengalami perubahan kualitatif dan kuantitatif sesuai penuaan. Perubahan pada kolagen itu merupakan penyebab turunnya fleksibilitas pada lansia sehingga menimbulkan dampak berupa nyeri, penurunan kemampuan untuk meningkatkan kekuatan otot, kesulitan bergerak dari duduk ke berdiri, jongkok dan berjalan, dan hambatan dalam melaksanakan aktifitas sehari-hari.

§ Kartilago.
Jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak dan mengalami granulasi dan akhirnya permukaan sendi menjadi rata. Selanjutnya kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung ke arah progresif. Proteoglikan yang merupakan komponen dasar matriks kartilago berkurang atau hilang secara bertahap. Setelah matriks mengalami deteriorasi, jaringan fibril pada kolagen kehilangan kekuatannya dan akhirnya kartilago cenderung mengalami fibrilasi. Kartilago mengalami kalsifikasi di beberapa tempat, seperti pada tulang rusuk dan tiroid. Fungsi kartilago menjadi tidak efektif, tidak hanya sebagai peredam kejut , tetapi juga sebagai permukaan sendi yang berpelumas. Konsekuensinya kartilago pada persendian menjadi rentan terhadap gesekan. Perubahan tersebut sering terjadi pada sendi besar penumpu berat badan. Akibat perubahan itu sendi mudah mengalami peradangan, kekakuan, nyeri, keterbatasan gerak dan terganggunya aktifitas sehari-hari (Andri, 2008).

C. KONSEP OSTEOPOROSIS

1. Pengertian Osteoporosis
Osteoporosis secara harfiah dapat diartikan tulang porous (berongga), yaitu keadaan di mana masa tulang berkurang dan menjadi rapuh. Pada kondisi tersebut komposisi tulang barangkali tidak berubah, tetapi berat tulang per unit volume menjadi berkurang. Pada stadium lanjut penderita osteoporosis akan mudah mengalami patah tulang jika terbentur atau jatuh, terutama pada bagian tangan, pinggang, dan tulang belakang (Ardiansyah, 2008).
Osteoporosis adalah suatu keadaan berkurangnya massa tulang sedemikian rupa sehingga hanya dengan trauma minimal tulang akan patah. Osteoporosis akan menghilangkan elastisitas tulang sehingga menjadi rapuh dan menyebabkan mudah terjadi patah tulang (fraktur).
Osteoporosis secara umum menunjuk karakteristi ; Proses hilangnya masa tulang secara perlahan-lahan, mempengaruhi semua untuk menjadi beberapa tingkatan.

2. Jenis Osteoporosis
a.       Osteoporosis postmenopausal
terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita.Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia di antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat.
b.      Osteoporosis senilis
kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru.Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal.

c.       Osteoporosis sekunder
dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan.
d.      Osteoporosis juvenil idiopatik
merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui.Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang (Musculoskelethalbedah.blogspot, 2008).

3. Faktor Risiko Osteoporosis
a. Wanita
Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan pengaruh hormon estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun.
b. Usia
Seiring dengan pertambahan usia, fungsi organ tubuh justru menurun. Pada usia 75-85 tahun, wanita memiliki risiko 2 kali lipat dibandingkan pria dalam mengalami kehilangan tulang trabekular karena proses penuaan, penyerapan kalsium menurun dan fungsi hormon paratiroid meningkat.
c. Ras/Suku
Ras juga membuat perbedaan dimana ras kulit putih atau keturunan asia memiliki risiko terbesar. Hal ini disebabkan secara umum konsumsi kalsium wanita asia rendah. Salah satu alasannya adalah sekitar 90% intoleransi laktosa dan menghindari produk dari hewan. Pria dan wanita kulit hitam dan hispanik memiliki risiko yang signifikan meskipun rendah.
d. Keturunan Penderita osteoporosis.
Jika ada anggota keluarga yang menderita osteoporosis, maka berhati-hatilah. Osteoporosis menyerang penderita dengan karakteristik tulang tertentu. Seperti kesamaan perawakan dan bentuk tulang tubuh. Itu artinya dalam garis keluarga pasti punya struktur genetik tulang yang sama.
e. Gaya Hidup Kurang Baik
§ Gaya Hidup Kurang Baik Konsumsi daging merah dan minuman bersoda, karena keduanya mengandung fosfor yang merangsang pembentukan horman parathyroid, penyebab pelepasan kalsium dari dalam darah.
§ Minuman berkafein da beralkohol
Minuman berkafein seperti kopi dan alkohol juga dapat menimbulkan tulang keropos, rapuh dan rusak. Hasilnya adalah bahwa air seni peminum kafein lebih banyak mengandung kalsium, dan kalsium itu berasal dari proses pembentukan tulang. Selain itu kafein dan alkohol bersifat toksin yang menghambat proses pembentukan massa tulang (osteoblas).
§ Malas Olahraga
Wanita yang malas bergerak atau olahraga akan terhambat proses osteoblasnya (proses pembentukan massa tulang). Selain itu kepadatan massa tulang akan berkurang. Semakin banyak gerak dan olahraga maka otot akan memacu tulang untuk membentuk massa.
§ Merokok
Ternyata rokok dapat meningkatkan risiko penyakit osteoporosis. Perokok sangat rentan terkena osteoporosis, karena zat nikotin di dalamnya mempercepat penyerapan tulang. Selain penyerapan tulang, nikotin juga membuat kadar dan aktivitas hormon estrogen dalam tubuh berkurang sehingga susunan-susunan sel tulang tidak kuat dalam menghadapi proses pelapukan.
umur tersebut sudah berhenti.
§ Kurang kalsium.
Jika kalsium tubuh kurang maka tubuh akan mengeluarkan hormon yang akan mengambil kalsium dari bagian tubuh lain, termasuk yang ada di tulang.
f. Mengkonsumsi Obat.
Obat kortikosteroid yang sering digunakan sebagai anti peradangan pada penyakit asma dan alergi ternyata menyebabkan risiko penyakit osteoporosis. Jika sering dikonsumsi dalam jumlah tinggi akan mengurangi massa tulang. Sebab, kortikosteroid menghambat proses osteoblas.
g. Kurus dan Mungil.
Perawakan kurus dan mungil memiliki bobot tubuh cenderung ringan misal kurang dari 57 kg, padahal tulang akan giat membentuk sel asal ditekan oleh bobot yang berat. Karena posisi tulang menyangga bobot maka tulang akan terangsang untuk membentuk massa pada area tersebut, terutama pada derah pinggul dan panggul. Jika bobot tubuh ringan maka massa tulang cenderung kurang terbentuk sempurna (Musculoskelethal, 2008).
4. Penyebab Osteoporosis
J Osteoporosis postmenopausal
terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia diantara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki resiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam.

J Osteoporosis senilis
kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal. Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder, yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok bisa memperburuk keadaan ini.

J Osteoporosis juvenil idiopatik
merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.

5. Tanda dan Gejala
* Deformitas tulang
Terjadi perubahan pada bentuk tulang akibat mudahnya terjadi fraktur (patah tulang ) patologis pada tulang belakang.
* Suatu saat penderita merasa nyeri pada tulang belakang secara mendadak
* Mereka bisa menunjukan darimana asal nyeri, gerak apa yang membuat nyeri.
* Nyeri akan terasa hebat bila dipakai duduk dan berdiri.
* Nyeri akan kambuh jika bersin atau buang air besar.
* Bila patah di daerah punggung penderita akan bongkok dan tinggi badan berkurang serta
perasan tidak enak disekitar tulang iga. Patah tulang ini sering terjadi pangkal paha, iga dan pergelangan tangan,

6. Pencegahan Osteoporosis
© Asupan kalsium cukup.
Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dapat dilakukan dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup. Minum 2 gelas susu dan tambahan vitamin D setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita setengah baya yang sebelumnya tidak mendapatkan cukup kalsium. Sebaiknya konsumsi kalsium setiap hari. Dosis harian yang dianjurkan untuk usia produktif adalah 1000 mg kalsium per hari, sedangkan untuk usia lansia dianjurkan 1200 mg per hari. Mengkonsumsi kalsium dalam jumlah yang cukup sangat efektif, terutama sebelum tercapainya kepadatan tulang maksimal (sekitar umur 30 tahun). Pilihlah makanan sehari-hari yang kaya kalsium seperti ikan teri, brokoli, tempe, tahu, keju dan kacang-kacangan.
© Paparan sinar UV B matahari (pagi dan sore).
Sinar matahari terutama UVB membantu tubuh menghasilkan vitamin D yang dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan massa tulang. Untungnya, Indonesia beriklim tropis sehingga sinar matahari berlimpah. Berjemurlah di bawah sinar matahari selama 30 menit pada pagi hari sebelum jam 09.00 dan sore hari sesudah jam 16.00.
© Melakukan olah raga dengan beban.
Selain olahraga menggunakan alat beban, berat badan sendiri juga dapat berfungsi sebagai beban yang dapat meningkatkan kepadatan tulang. Olah raga beban misalnya berjalan dan menaiki tangga tetapi berenang tidak meningkatkan kepadatan tulang. Dr. Ade Tobing, Sp.KO kini mengenalkan yang disebut latihan jasmani yang baik, benar, terukur dan teratur (BBTT). Latihan BBTT ternyata terbukti bermanfaat dalam memelihara dan meningkatkan massa tulang. Oleh sebab itu, latihan fisik (BBTT) dapat dilakukan untuk mencegah dan mengobati penyakit osteoporosis.
© Gaya hidup sehat.
Tidak ada kata terlambat untuk melakukan gaya hidup sehat. Menghindari rokok dan alkohol memberikan efek yang signifikan dalam menurunkan risiko osteoporosis. Konsumsi kopi, minuman bersoda, dan daging merah pun dilakukan secara bijak.
© Hindari obat-obatan tertentu.
Hindari obat-obatan golongan kortikosteroid. Umumnya steroid ini diberikan untuk penyakit asma, lupus, keganasan. Waspadalah penggunaan obat antikejang. Jika tidak ada obat lain, maka obat-obatan tersebut dapat dikonsumsi dengan dipantau oleh dokter.
© Mengkonsumsi obat (untuk beberapa orang tertentu)
* Estrogen membantu mempertahankan kepadatan tulang pada wanita dan sering diminum bersamaan dengan progesteron. Terapi sulih estrogen paling efektif dimulai dalam 4-6 tahun setelah menopause; tetapi jika baru dimulai lebih dari 6 tahun setelah menopause, masih bisa memperlambat kerapuhan tulang dan mengurangi resiko patah tulang.
* Raloksifen merupakan obat menyerupai estrogen yang baru, yang mungkin kurang efektif daripada estrogen dalam mencegah kerapuhan tulang, tetapi tidak memiliki efek terhadap payudara atau rahim.
* Untuk mencegah osteroporosis, bisfosfonat (contohnya alendronat), bisa sendiri atau bersamaan dengan terapi sulih hormon.


7. Diagnosa Osteoporosis

a. DEXA Scan (Dual Energy X-Ray Absorptiometri)
Dual energi X-ray absortiometry (DXA, lebih dikenal dengan DEXA) adalah standart emas untuk pertimbangan mendiagnosa osteoporosis. Osteoporosis di diagnosa ketika kepadatan mineral tulang (BMD=Bone mineral Density) lebih sedikit atau sama hingga - 2,5 kali standard deviasi massa tulang rata-rata dari populasi usia muda, yang di artikan T-score. Dibuat oleh WHO sebagai petunjuk pedoman diagnostic.

• T-score -1.0 or greater is "normal"
• T-score between -1.0 and -2.5 is "low bone mass" (or "osteopenia")
• T-score -2.5 or below is osteoporosis
DEXA Scan (Dual Energy X-Ray Absorptiometri) merupakan metode paling akurat untuk mendiagnosa osteoporosis. DEXA Scan mengukur kepadatan tulang dan memfokuskan pada kepadatan tulang panggul, tulang belakang, dan tulang pergelangan. Pada pasien osteoporosis, bagian-bagian ini merupakan bagian yang beresiko tinggi untuk patah (wikipedia.osteoporosis, 2
Pemeriksaan laboratorium untuk osteocalcin dan dioksipiridinolin008).

b. Densitometer-USG. Pemeriksaan ini lebih tepat disebut sebagai screening awal penyakit osteoporosis. Hasilnya pun hanya ditandai dengan nilai T dimana nilai lebih -1 berarti kepadatan tulang masih baik, nilai antara -1 dan -2,5 berarti osteopenia (penipisan tulang), nilai kurang dari -2,5 berarti osteoporosis (keropos tulang). Keuntungannya adalah kepraktisan dan harga pemeriksaannya yang lebih murah.

c. CTx. Proses pengeroposan tulang dapat diketahui dengan memeriksakan penanda biokimia CTx (C-Telopeptide). CTx merupakan hasil penguraian kolagen tulang yang dilepaskan ke dalam sirkulasi darahsehingga spesifik dalam menilai kecepatan proses pengeroposan tulang. Pemeriksaan CTx juga sangat berguna dalam memantau pengobatan menggunakan antiresorpsi oral.
d. walaupun memberikan gambaran yang baik tetapi tidak disukai karena menggunakan cara invasif yang menggandung resiko (Limarwin., 2008)

8. Penatalaksanaan Osteoporosis
Mencegah patah lebih baik daripada mengobati,” ungkap Dr. Bambang Setyohadi, SpPD-KR yang lulus dari spesialis penyakit dalam FKUI tahun 1994. Patah tulang biasa terjadi setelah penderita osteoporosis jatuh, sehingga mencegah jatuh pun menjadi penting.
Rumah yang ditempati sehari-hari pun bisa jadi menjadi ancaman. Sebaiknya penderita osteoporosis menghindari karpet yang melekuk, kabel yang melintang, permukaan licin seperti di kamar mandi, ataupun alas kaki yang terlalu longgar.
Selain itu, cara lain yang bisa dicoba adalah dengan memasang pegangan tangan (hand rails) di kamar mandi, memperbaiki penglihatan misal dengan menggunakan kaca mata, atau memperbaiki kekuatan otot dan keseimbangan dengan latihan.
Ada 4 tujuan penanganan osteoporosis, yaitu :
1.      Mencegah berlanjutnya kehilangan massa tulang.
2.      Menstimulasi pembentukan tulang.
3.      Cegah terjadinya fraktur (patah tulang) dan mikrofraktur (keretakan tulang).
4.      Mengatasi nyeri.
Bifosfonat merupakan zat sintetik stabil yang bekerja menghambat kerja osteoklas dalam meresorpsi dan pergantian (turnover) tulang. Bifosfonat menurunkan risiko patah tulang sampai 30-50%.
Dalam sebuah studi yang bernama Studi Cohort Retrospektif , dievaluasi onset penurunan patah tulang dengan terapi menggunakan risedronate dan alendronate di bawah kondisi Real World. Real World adalah data observasi yang diambil dari praktek klinik sehari-hari yang memberikan informasi hasil perngobatan pasien dalam kehidupan nyata.
Pasien yang dibagi ke dalam 2 kelompok yaitu wanita berusia lebih dari 65 tahun dan pengguna baru terapi sekali seminggu dengan baik alendronate atau risedronate. Kemudian dinilai insidens fraktur nonvebtebral setelah 6 bulan dan 12 bulan.
Setelah tahun pertama terapi menggunakan risedronate, terjadi penurunan patah tulang pinggul sebesar 43% dan patah tulang non-vertebral sebesar 18% dibandingkan alendronate.
Studi tersebut menyimpulkan bahwa pasien menggunakan risedronat memiliki insiden patah tulang nonvertebral dan pinggul yang lebih rendah dibandingkan pasien yang menggunakan alendronate.
Jangan tunggu sampai kena osteoporosis. Sedari muda lakukan usaha untuk mencegah penyakit keropos tulang.
Berikut ini saran dari Dr. Bambang Setyohadi, SpPD-KR yang telah mengambil subspesialis reumatologi FKUI agar masa tua terhindar osteoporosis:
1.      Asupan kalsium yang cukup. Susu adalah sumber kalsium, tapi kalsium dapat diperoleh dari mana saja seperi sayuran dan makanan lain. Kombinasi vitamin D dan kalsium menurunkan risiko fraktur.
2.      Latihan yang teratur. Latihan dapat meningkatkan kelenturan tulang.
3.      Kenali defisiensi testosteron.
4.      Hindari merokok dan alkohol.
5.      Kenali penyakit kronik tertentu.
6.      Hindari obat-obatan tertentu misal steroid.
7.      Hindari risiko terjatuh
8.      pemasangan penyangga tulang belakang ( spinal brace )
(fkuii, 2008).
9.      Pedoman Untuk Pengkajian Mobilisasi dan Resiko Untuk Osteoporosis

a) Pertanyaan Wawancara Untuk pengkajian Keseluruhan Penampilan Muskuloskelethal
1. Apakah mempunyai masalah dalam penampilan anda Karenna keterbatasan Persendian?
2. Apakah ada nyeri atau ketidaknyamanan pad persendian anda?
3. Apakah anda merasakan kehilangan keseimbangan?
4. Apakah anda mempunyai masalah dalam berjalan atau berkeliling?
5. Apakah anda menggunakan sesuatu bantuan untuk membantu anda melakukan sesuatu? (mis; walker, Quad cane, atau reachers) ?
6. Apakah ada kegiatan yang ingin anda lakukan tetapi tidak mampu melakukannya karena ada suatu masalah pergerakan atau berpindah?

b) Observasi Berkenaan dengan keseluruhan Penampilan Muskuloskelethal
1.      Ukur dan catat adanya penambahan tinggi badan dan tidak adanya penambahan tinggi badan.
2.      Observasi berjalan klien dan pola gaya berjalan (keseimbangan dalam berjalan)
3.      Observasi dan catat informasi berkenaan dengan kegiatan sehari-hari

c) Pertanyaan Wawancara Untuk Pengkajian Resiko Untuk Terjadi Osteoporosis
1. Adakah sanak saudara anda yang menderita osteoporosis atau fraktur?
2. Apakah anda pernah mengalami fraktur selama masa kanak-kanak? (jika iya, tambahkan pertanyaaan tambahan berkenaan dengan kapan, jenis, kondisinya bagaimana, perawatan dan semua yang berhubungan dengan fraktur)
3. Apakah anda mengkonsumsi suplemen vitamin?

d) Pertanyaan Wawancara hanya untuk wanita
1.      Kapan Anda menopause?
2.      Apakah anda minum estrogen, atau apakah anda sering mengkonsumsinya? (jika iya, berikan pertanyaan tambahan berkenaan dengan; Type, dosis, lamanya, dan pertanyaan lain yang berhubungan).

e) Observasi Yang Mungkin di Buat selama bagian lain keseluruhan di kaji tetapi juga harus di gunaakn untuk mengkaji pergerakan dan resiko untuk terjadi osteoporosis
1.      Berapa banyak latihan yang dilakukan seseorang Untuk mendapatkan latihan dasar yang teratur?
2.      Apakah orang tersebut merokok?
3.      Berapa banyak alcohol dan caffeine yang orang tersebut konsumsi?
4.      Berapa banyak biasanya diet pemabsukan calcium dan vitamin D?
5.      Apakah orang tersebut mempunyai kondisi dengan osteoporosis ?


















BAB 3
PENUTUP
Osteoporosis disebabkan gangguan metabolisme tulang, yaitu kerja sel penghancur tulang melebihi kerja sel pembentuk tulang. Akibatnya lama kelamaan tulang menjadi keropos. Gangguan ini dapat terjadi secara fisiologis akibat proses penuaan yang disertai dengan menurunnya hormon, kurang asupan kalsium dan vitamin D, disertai dengan faktor-faktor pendukung lainnya.
Osteoporosis memerlukan penanganan lebih lanjut supaya prognosisnya tidak bertambah berat. Selain itu, harus mengetahui terlebih dahulu apa itu osteoporosis dan bagaimana cara supaya prognosisnya tidak bertambah berat,





















DAFTAR PUSTAKA

Sulfikar Aferil Praditya, 2011, http://www.mahasiswa2010.blogspot.com
Ardiansyah, 2008, Keseimbangan Kalsium Penting untuk Cegah Osteoporosis,
http://www.beritaiptek.com/zberita-beritaiptek-2007-09-06-Keseimbangan-Kalsium-Penting-untuk-Cegah-Osteoporosis.shtml, [ Accessed on 1 November].
FKUII,2008,www.lib.fkuii.org/index.php?option=com_docman&task=doc_download&gid=565&Ite.id=2[ Accessed on 1 November].
Musculoskelethal, 2008,http://musculoskeletalbedah.blogspot.com/2008/10/osteoporosis. [ Accessed on 1 November].
Limarwin, 2008, http://limarwin.blogspot.com/, [ Accessed on 1 November].
Rufinah, 2008,ttp://www.balitaanda.indoglobal.com/balita_411_Osteoporosis.htmlRubrik :
Ensik Balita, [ Accessed on 1 November].
Sampoernae,2008, Entri (Atom) http://sampoernae.blogspot.com/, [ Accessed on 1 November].
Tanyadokter, 2008, http://www.tanyadokteranda.com/artikel/2006/08/osteoporosis, [ Accessed on 1 November].
Wikipedia, 2008, http://en.wikipedia.org/wiki/Osteoporosis, [ Accessed on 1 November].